Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara telah melemah ketika India mencatatkan rekor baru sebagai pengguna terbesar kedua di dunia. Harga CPO juga bervariasi, dengan kontrak acuan tidak berubah.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Rabu (13/3/2024), harga batu bara berjangka kontrak April 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Selasa (12/3) mencatatkan pelemahan sebesar -2,21% atau -2,95 poin ke level 130,40 per metrik ton.
Kemudian, kontrak pengiriman untuk Mei 2024, juga melemah sebesar -2,31% atau -3,10 poin ke level 131,25 per metrik ton.
Mengutip Reuters, pembangkit listrik batu bara India pada Januari 2024 mencatatkan rekor baru, sebagai pengguna batu bara terbesar kedua di dunia, setelah China meningkatkan pangsa batu bara dalam bauran pembangkit listrik negara hingga mencapai rekor 80%.
Berdasarkan data dari lembaga pemikir energi Ember, pada bulan lalu produksi listrik dari pembangkit batu bara mencapai 115 terawatt per jam (TWh), meningkat sebesar 10% secara tahunan.
Emisi karbon dioksida (CO2) dari pembangkit listrik batu bara pada bulan Januari 2024 mencapai 104,5 juta ton. Total emisi karbon dari semua sumber energi mencapai 107,5 juta ton pada Januari 2024. Adapun, kedua angka tersebut mencatatkan rekor baru dengan kenaikan 10% dari Januari 2023.
Baca Juga
Peningkatan dalam produksi listrik batu bara juga terjadi seiring dengan penurunan produksi dari fasilitas tenaga surya sebesar -3%, angin sebesar -19%, dan air sebesar -21,4%, jika dibandingkan pada Januari 2023.
Harga CPO
Harga CPO atau minyak kelapa sawit di Bursa Derivatif Malaysia pada April 2024 melemah -14 poin menjadi 4.192 ringgit per metrik ton. Untuk kontrak acuan Mei 2024 menguat 2 poin menjadi 4.133 ringgit per metrik ton.
Mengutip Reuters, Kontrak minyak kelapa sawit Malaysia tidak banyak berubah pada Selasa (12/3). Hal ini karena kekuatan minyak nabati Dalian diimbangi oleh penguatan ringgit dan permintaan China yang lemah.
Menurut kepala riset Sunvin Group, Anilkumar Bagani, kontrak diperdagangkan lebih tinggi berkat data produksi Februari 2024 yang mendukung di Malaysia serta momentum bullish dari kontrak minyak nabati berjangka Dalian.
“Namun, penguatan ringgit Malaysia dan tidak adanya pembelian dari pembeli utama China telah membatasi laju momentum kenaikan harga minyak sawit,” terang Bagani.
Stok minyak sawit Malaysia pada akhir Februari 2024 menyusut ke level terendah dalam tujuh bulan, karena produksi mencapai titik terendah dalam 10 bulan, mengimbangi perlambatan ekspor.
Berdasarkan data dari Dewan Minyak Sawit Malaysia, persediaan pada akhir Februari 2024 menurun 5% dari bulan sebelumnya menjadi sebesar 1,92 juta metrik ton. Produksi minyak sawit mentah menurun 10,18% menjadi 1,26 juta ton. Ekspor juga menurun 24,75%.
Surveyor kargo Intertek Testing Services kemudian juga menuturkan bahwa ekspor produk minyak sawit Malaysia untuk 1-10 Maret meningkat 6,8% dibandingkan periode yang salam pada bulan lalu.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup menguat 0.08% terhadap dolar AS pada Selasa (12/3). Ringgit yang menguat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.