Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar Rupiah mungkin akan mengalami pelemahan dalam jangka pendek akibat momentum Puasa dan Lebaran, sebelum menguat kembali karena investor global mulai mengoleksi obligasi negara akibat kebijakan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Analis Citigroup Inc., Natwest Markets, dan lainnya memproyeksikan rupiah diperdagangkan menuju Rp15.800 per dollar AS pada kuartal II/2024 di tengah-tengah tekanan musiman. Memburuknya neraca perdagangan Indonesia karena meningkatnya impor, bersama dengan investor luar negeri yang ingin menerima pembayaran dividen, akan menekan rupiah.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp15.590 per dollar AS pada Jumat (9/3/2024).
Surplus perdagangan Indonesia jatuh ke level terendah dalam enam bulan di bulan Januari, didorong oleh impor barang-barang konsumsi yang lebih tinggi menjelang bulan Ramadan.
Periode puasa selama sebulan penuh dimulai minggu ini dan akan berakhir dengan perayaan Hari Raya IdulFitri yang akan terjadi pada 10-11 April 2024.
"Prospek jangka pendek Rupiah cenderung melemah karena impor musiman yang lebih tinggi menjelang bulan Ramadan dan rendahnya konversi ekspor yang disebabkan oleh penguatan dollar AS," para ahli strategi Bank of America yang dipimpin oleh Claudio Piron menulis dalam sebuah catatan untuk para klien dilansir dari Bloomberg, Senin (11/3/2024).
Baca Juga
Menurutnya, hal tersebut mungkin akan tetap menjadi tema yang terus berlanjut untuk rupiah dalam waktu dekat, menjaganya tetap di bawah tekanan selama sebulan ke depan.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia juga akan mulai membagikan dividen. Menurut Citi, para investor asing diperkirakan akan meraup US$2,4 miliar dalam tiga bulan ke depan, menurut Citi.
"Perusahaan ini cenderung memudarkan performa outperformance rupiah. mengingat tren-tren belakangan ini, termasuk tantangan-tantangan yang berhubungan dengan perdagangan," kata Gordon Goh, seorang ahli strategi di Singapura.
Lebih lanjut, mata uang Garuda untuk reli menuju 15.350, menurut TD Securities. Hal ini merupakan level terkuat dalam enam bulan karena prospek penurunan suku bunga Federal Reserve akan segera membayangi hambatan-hambatan jangka pendek.
Momentum tersebut juga akan mendorong pembelian obligasi dengan beberapa investor yang telah membeli surat utang Indonesia untuk mengantisipasi perubahan suku bunga The Fed.
"Arus obligasi mempengaruhi mata uang secara signifikan, yang mungkin mulai menguat ke Rp15.500 per dollar AS di akhir kuartal II/2024," kata Edward Lee, kepala ekonom dan kepala FX ASEAN dan Asia Selatan di Standard Chartered.
Dia memperkirakan para investor obligasi masih underweight sekitar satu poin persentase dan akan bergerak ke arah sikap netral ketika ada peningkatan visibilitas penurunan suku bunga The Fed, yang membuat rupiah mengungguli mata uang-mata uang lain.
Para investor juga tetap berhati-hati sampai ada kejelasan mengenai kebijakan dan susunan kabinet dari calon presiden Indonesia berikutnya, Prabowo Subianto, yang telah berjanji untuk mempercepat pertumbuhan Indonesia menjadi 8% dalam lima tahun ke depan.
Modal asing yang masuk ke aset-aset pasar keuangan (net inflow) masih naik turun pada tahun ini, dengan net outflow pada obligasi Indonesia sementara para pembeli saham telah memompa modal sebesar US$1,2 miliar secara neto.