Bisnis.com, JAKARTA -- Harga batu bara melemah di tengah meningkatnya ekspor batu bara termal Indonesia. Sementara CPO kembali menguat dan menyentuh level tertinggi dalam lebih dari tujuh bulan. Level harga ini cukup krusial karena pertama kali tercapai pada 1998, lalu pada 2021, dan 7 bulan lalu.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Kamis (7/3/2024), harga batu bara berjangka kontrak April 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Rabu (6/3) melemah -1,49% atau -2,10 poin ke level 139,25 per metrik ton.
Kemudian, kontrak pengiriman untuk Mei 2024 melemah -1,63% atau -2,30 poin ke level 138,40 per metrik ton.
Mengutip CoalMint, diketahui bahwa ekspor batu bara termal Indonesia meningkat karena adanya permintaan dari negara-negara Asia, didukung oleh persetujuan kuota produksi sebagai tanggapan atas meningkatnya permintaan listrik.
Secara bulanan, ekspor batu bara Indonesia menguat 7% menjadi 32,04 juta metrik ton pada Februari 2024, dibandingkan bulan lalu yang mencatatkan sebesar 29,99 metrik ton. Adapun secara tahunan, ekspor naik 13% menjadi 32,04 juta metrik ton, dibandingkan tahun lalu yang sebesar 28,02 juta metrik ton
Kemudian, ekspor dari Indonesia ke India meningkat 30% menjadi 9,09 juta metrik ton pada Februari 2024. Ekspor ke Malaysia dan Vietnam meningkat masing-masing sebesar 22% dan 5%.
Baca Juga
Ekspor ke Bangladesh juga mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini karena meningkatnya permintaan listrik dan pembangkit listrik.
Untuk prospek kedepannya, ekspor Indonesia mungkin akan mengalami peningkatan di bulan mendatang. Hal ini dikarenakan meningkatnya permintaan dari China. Permintaan dari India diperkirakan juga meningkat mulai paruh kedua Maret 2024, seiring dengan masuknya musim panas.
Adapun, kendala pasokan di Indonesia juga dinilai akan berkurang seiring dengan berakhirnya musim hujan.
Harga CPO
Berikutnya, untuk harga CPO atau minyak kelapa sawit di Bursa Derivatif Malaysia pada April 2024 menguat 96 poin menjadi 4.127 ringgit per metrik ton. Kemudian untuk kontrak acuan Mei 2024 juga menguat 95 poin menjadi 4.081 ringgit per metrik ton.
Mengutip Reuters, harga minyak kelapa sawit berjangka Malaysia meningkat dua hari berturut-turut, menyentuh level tertinggi dalam lebih dari tujuh bulan pada Rabu (6/4). Peningkatan ini terjadi di tengah mengetatnya suplai dan optimisme pada permintaan kelapa sawit, sementara harga minyak saingannya yang lebih tinggi juga mendukung kenaikan.
Kemudian, berdasarkan pendapat dari para analis dalam konferensi industri di Kuala Lumpur pada Rabu (6/4) produksi CPO dari dua negara penyumbang terbesar produksi global, Indonesia dan Malaysia, diperkirakan akan meningkat sedikit di tahun ini atau menurun dari tahun lalu.
Hal ini dikarenakan usia perkebunan yang menua dan kurangnya ekspansi sehingga membatasi produksi.
Direktur eksekutif Oil World yang berbasis di Hamburg, Thomas Mielke, memproyeksi bahwa produksi CPO global akan menurun antara Januari dan Maret 2024, dengan stok yang menurun 1,2 juta ton di kuartal ini.
Direktur di pialang yang berbasis di Selangor, Pelindung Bestari, Paramalingam Supramaniam, mengatakan bahwa gambaran utama untuk minyak kelapa sawit masih tetap bullish dalam waktu dekat ini, di tengah-tengah kekhawatiran pasokan yang lebih rendah di kuartal I/2024.
Lanjutnya, ia berpendapat bahwa bulan puasa yang berlangsung selama sebulan penuh dari Maret-April 2024 dapat memperketat produksi.
Kemudian, LSEG Commodities Research mengatakan dalam laporannya di bulan Maret 2024, bahwa dari sisi permintaan, para pedagang optimis mengenai permintaan minyak sawit selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian, DBYcv1, meningkat 1,35%. Kemudian, minyak kelapa sawitnya, DCPcv1, melonjak 2,19%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT), BOcv1, meningkat 0,78%.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup menguat 0,06% terhadap dolar AS pada Rabu (6/3). Ringgit yang menguat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.