Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara telah melemah dalam sepekan di tengah laporan Badan Energi Internasional (IEA) yang menyatakan pembangkit listrik tenaga batu bara global akan tergantikan. Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) juga diproyeksikan akan diperdagangkan dalam kisaran terbatas pada minggu ini.
Harga batu bara berjangka kontrak Februari 2024 di ICE Newcastle menguat 0,76% atau 0,90 poin ke level 119 per metrik ton pada perdagangan Jumat (26/1/2024). Meskipun demikian, kontrak ini telah melemah sebesar 2,46% sepanjang perdagangan minggu lalu.
Kemudian, kontrak pengiriman Maret 2024 juga menguat 1,52% atau 1,75 poin ke level 117,15 per metrik ton, namun mencatatkan pelemahan sebesar 0,97% dalam sepekan.
Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan Electricity 2024 mengatakan bahwa pertumbuhan energi terbarukan yang didukung oleh meningkatnya pembangkit listrik tenaga nuklir akan menggantikan pembangkit listrik tenaga batu bara secara global, yang diproyeksi menurun rata-rata sebesar 1,7% per tahun hingga 2026.
Faktor utama yang menentukan prospek global adalah tren yang berkembang di China, negara dengan lebih dari separuh pembangkit listrik tenaga batu bara di dunia beroperasi.
Saat ini, IEA melihat bahwa pembangkit tenaga listrik batu bara di China mengalami penurunan struktural yang lambat, didorong oleh kuatnya ekspansi energi terbarukan dan meningkatnya pembangkit listrik tenaga nuklir, serta pertumbuhan ekonomi yang moderat.
Baca Juga
Meskipun upaya telah dilakukan untuk meningkatkan keamanan pasokan energi dengan mengoperasikan pembangkit listrik baru, penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara di China diprediksi akan terus menurun.
Namun, pembangkit listrik baru bara di Negeri Tirai Bambu tersebut sangat dipengaruhi oleh laju penyeimbangan kembali perekonomiman, tren pembangkit listrik tenaga air dan hambatan dalam mengintegrasikan energi terbarukan ke dalam sistem ketenagalistrikan negara tersebut.
Harga CPO
Harga CPO atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Maret 2024 menguat 28 poin menjadi 4.031 ringgit per metrik ton. Dalam sepekan, kontrak ini telah menguat sekitar 2,94%.
Kemudian, kontrak April 2024 juga mengalami penguatan sebesar 27 poin menjadi 4.021 per metrik ton dan telah menguat sekitar 3,13% dalam sepekan.
Mengutip Bernama, kontrak berjangka minyak sawit mentah (CPO) di bursa derivatif Malaysia diproyeksikan akan diperdagangkan dalam kisaran terbatas pada minggu ini, dengan kemungkinan adanya aktivitas ambil untung setelah reli baru-baru ini.
Pedagang minyak sawit David Ng melihat bahwa harga nantinya diperdagangkan di antara 3.900-4.080 ringgit per ton.
David menilai bahwa harga berjangka minyak sawit tetap bertahan di sekitar level resistensi psikologis 4.000 per ton karena pasar terus didorong oleh kekhawatiran akan penurunan produksi dan stok yang lebih rendah.
Kepala penelitian komoditas Sunvin Group yang berbasis di Mumbai, Anilkumar Bagani mengatakan bahwa musim produksi yang rendah dapat membuat harga minyak sawit tetap tinggi, setidaknya hingga akhir kuartal I/2024, menjadikannya lebih mahal daripada minyak kedelai dan minyak bunga matahari.
Adapun, ia juga menilai bahwa persediaan minyak sawit China telah menurun dan cakupan untuk Januari dan Februari 2024 tampaknya tidak cukup.
Hal ini berpotensi menguatnya pembelian minyak nabati China untuk Festival Musim Semi yang dimulai pada 9 Februari 2023. Prospek permintaan menjelang Ramadhan dan hari raya juga dinilai membaik.
Asosiasi Minyak Sawit Malaysia (MPOA) pada 1 Januari 2024 hingga 20 Januari 2024 menunjukan penurunan sedikit di bawah 16%. UOB Kay Hian memperkirakan output akan menurun dari 10% menjadi 14%.
Untuk ekspor, Intertek Testing Services (ITS) menunjukan ekspor minyak sawit Malaysia pada 1-25 Januari 2024 mencapai 1,06 juta ton, naik 0,64% dari periode di bulan sebelumnya.
“Pasar kini menunggu data produksi minyak sawit South Peninsular Mills untuk 1-20 Januari dan 1-25 Januari, serta perkiraan ekspor minyak sawit Malaysia pada 1-25 Januari oleh AmSpec dan Societe Generale de Surveillance [SGS],” terang Bagani.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup menguat 0,02% terhadap dolar AS. Ringgit yang menguat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.