Bisnis.com, JAKARTA – Para pasangan calon presiden, yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, masing-masing memiliki pandangan tersendiri dalam membenahi tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada waktu mendatang.
Pandangan masing-masing calon presiden terkait dengan BUMN terungkap dalam gelaran Dialog Capres Bersama Kadin: Menuju Indonesia Emas 2045 yang berlangsung pada pekan lalu.
Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, dalam kesempatan itu mengatakan bahwa BUMN tidak bisa dipandang sebagai instrumen untuk meningkatkan pendapatan negara, melainkan sebagai agen pembangunan ekonomi Indonesia.
“Korporasi milik negara tidak dipandang sebagai institusi untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi dipandang sebagai institusi yang melakukan pembangunan,” ujarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Anies ketika diminta pandangan terkait dengan bagaimana dirinya mampu memberikan kesempatan usaha yang sama antara BUMN dan sektor swasta.
Menurut Anies, jika BUMN dilihat sebagai instrumen untuk meningkatkan pendapatan negara, maka perusahaan-perusahaan pelat merah akan memenuhi pasar sehingga akan menciptakan konflik kepentingan alias conflict of interest.
Baca Juga
“Ada konflik kepentingan. Di satu sisi regulator, sisi lain market player maka dia [BUMN] akan membuat regulasi yang menguntungkan market player yang miliknya dia,” kata Anies.
Dia pun menegaskan bahwa ada persoalan fundamental yang harus dikoreksi karena sejatinya perusahaan milik negara merupakan agen pembangunan. Dia menilai upaya pembangunan hanya dapat dilakukan oleh negara melalui korporasi.
Hal tersebut dikarenakan negara membutuhkan fleksibilitas dalam mengeksekusi program pembangunan. Saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, Anies menyatakan memilih perseroan terbatas (PT) sebagai pengelola transportasi publik ketimbang diserahkan ke Dinas Perhubungan.
“Kami memilih pakai PT, kenapa? Karena PT ini mudah melakukan saja, hiring ataupun firing bisa dikerjakan tanpa terikat dengan peraturan ASN [Aparatur Sipil Negara] yang rumit. Investasi bisa dilakukan, kerja sama dengan periklanan bisa dilakukan,” pungkasnya.
Oleh sebab itu, dia menyampaikan sepatutnya korporasi milik negara digunakan sebagai instrumen untuk menjalankan tugas pembangunan. Dengan demikian, BUMN bisa fokus menggarap sektor-sektor strategis sesuai dengan kepentingan nasional.
“Jadi, ketika negara punya korporasi, jangan dipandang itu sebagai mencari keuntungan. Itu menjalankan tugas pembangunan dengan cara fleksibilitas yang ada di korporasi,” ujarnya.
Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, memilih mencurahkan keresahannya terhadap kinerja BUMN di depan para pengusaha swasta yang tergabung dalam Kamar Dagang Indonesia.
Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo menyatakan sempat mengundang BUMN untuk mengerjakan beberapa proyek pembangunan kampus dan rumah sakit militer. Dia mengaku kecewa dengan biaya dan waktu yang ditawarkan BUMN tersebut.
“Saya undang pertama adalah BUMN, saya tidak sebut BUMN mana, nanti enggak enak. Dia kasih anggaran tinggi banget, padahal saya juga sebelum masuk pemerintah, saya pengusaha juga, jadi agak ngerti lah dikit-dikit, kok ini mahal banget?” kata Prabowo.
Dalam kesempatan itu, Prabowo menyampaikan Kementerian Pertahanan akan membangun 3 kampus baru dari total 8 kampus unggulan pada 2024. Ada juga, rumah sakit militer terbesar di Asia Tenggara yang akan segera diresmikan Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.
Terkait pembangunan proyek tersebut, dia membandingkan penawaran dari BUMN dan pihak swasta. Menurut Prabowo, swasta lebih efisien dalam hal biaya yang lebih murah dan dengan waktu yang relatif cepat dari penawaran BUMN.
“Saya mau kasih ke BUMN, hanya gimana waktunya lebih lama, harganya tinggi. Jadi, saya tunjuk swasta, jadi itu barang, rumah sakit,” ujarnya.
Adapun, rumah sakit tersebut terdiri dari 26 lantai yang memiliki 1.000 tempat tidur dan 136 ICU. Pembangunan yang dilakukan pihak swasta ini disebutnya kurang dari 1 tahun.
“Saya berpandangan yang paling penting adalah tujuan apa yang ingin kita capai, dan apakah BUMN atau swasta harus efisien harus transparan dan harus kompetitif,” tuturnya.
Di sisi lain, Prabowo menilai kinerja direksi BUMN yang tidak memiliki kredibilitas dan integritas harus diselesaikan melalui langkah hukum. Menurutnya, pencabutan posisi tidak cukup sehingga jalan yang ditempuh adalah membawa ke ranah KPK hingga kejaksaan.
Capres dari Koalisi Indonesia Maju ini juga bertekad mempersatukan kerja sama antara swasta, BUMN, UMKM, dan koperasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
“Semua harus sejahtera, kita semua cari untung, pengusaha cari untung tetapi petani harus untung, buruh harus untung, rakyat harus untung, semuanya harus untung, itu yang kita kejar dan kita perjuangkan, peace and prosperity,” pungkasnya.
Sementara itu, calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, berencana merevitalisasi peran BUMN dan meningkatkan sinergitas dengan pengusaha swasta. Menurutnya, hal tersebut bertujuan mengurangi praktek monopoli yang kerap dilakukan perusahaan pelat merah.
Menurutnya, dalam konteks revitalisasi tersebut, BUMN hanya boleh memiliki anak usaha. Perusahaan-perusahaan plat merah tidak boleh memiliki cucu atau bahkan cicit usaha.
“Tadi bicara monopoli, saya coba memahami memutar otak saya, ini kayaknya yang maksudnya BUMN punya cucu, punya anak, punya cicit, canggah, gantung siwur. Akhirnya swasta tidak ada peran,” kata Ganjar dalam Debat Dialog Capres Bersama Kadin.
Menurut Ganjar, perusahaan pelat merah tidak sepatutnya beranak-pinak, apalagi menjalankan monopoli usaha. Musababnya, BUMN berperan sebagai pionir untuk sektor-sektor yang belum digarap sepenuhnya oleh pihak swasta dan butuh insentif dari pemerintah.
Dia menyatakan bahwa hal ini perlu dilakukan agar adanya pemerataan kesempatan, antara perusahaan milik negara dengan perusahaan swasta dalam mendapat ceruk bisnis.
“BUMN itu masuk ketika yang lain belum siap masuk. Maka sebenarnya perannya sebagai pionir. Nanti kalau sudah, ini seperti stimulan saja. Kalau sudah kita lepas. Kan sebenarnya negara enggak mencari uang, tugasnya negara adalah memfasilitasi,” tuturnya.
Dia menambahkan peran pemerintah melalui BUMN adalah membangun tata kelola yang baik, hingga menstimulasi agar proyek yang digarap bisa menggerakkan ekonomi. BUMN juga tidak perlu memiliki cucu atau cicit perusahaan agar porsi perusahaan swasta bisa masuk.
“Jadi kita memang to govern, mengelola, mengelola, menstimulasi agar itu tumbuh. Maka kemudian kalau tadi ditanyakan, rasanya penting BUMN boleh punya anak perusahaan tapi tak boleh punya cucu atau cicit,” tutur Ganjar.
Ganjar pun menegaskan, perusahaan swasta maupun pelat merah seyogyanya memiliki proporsi masing-masing. Pemerintah seharusnya memahami proporsi itu dan mengatur peran yang seimbang antara swasta dan BUMN.