Bisnis.com, JAKARTA –– Cukai adalah strategi pemerintah untuk mengendalikan konsumsi, produk yang penggunaannya perlu diawasi, pungutan demi keadilan, atau pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif. Saat ini baru dua produk utama yang dikenai cukai yakni alkohol dan tembakau. Termasuk produk olahan kedua produk.
Produk tembakau yang lebih banyak digunakan menjadi rokok misalnya, sejak 2022 telah dilakukan pengaturan kenaikan otomatis. Per 1 Januari 2024, produk ini naik 10%.
Ketentuan penerapan cukai rokok pada tahun ini masih mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.010/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris. Aturan 2 tahun silam ini, mematok kenaikan cukai untuk 2023 dan 2024.
Selanjutnya produk alkohol, pemerintah resmi menaikkan tarif cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA). Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 160/2023 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.
Dalam aturan ini, tarif cukai MMEA golongan A dengan etil alkohol (EA) sampai dengan 5%, disesuaikan menjadi Rp16.500 per liter, baik untuk MMEA yang diproduksi di dalam maupun luar negeri atau impor.
MMEA golongan B yang mengandung etil alkohol lebih dari 5% hingga 20% tarifnya disesuaikan menjadi Rp42.500 per liter untuk yang diproduksi di dalam negeri dan Rp53.000 per liter untuk yang impor.
Baca Juga
Selanjutnya, MMEA golongan C dengan kadar etil alkohol 20-55% dikenakan tarif Rp101.000 per liter untuk yang diproduksi di dalam negeri dan Rp152.000 per liter untuk yang impor.
PMK ini juga menetapkan tarif untuk konsentrat yang mengandung etil alkohol (KMEA), yaitu yang berbentuk cairan sebesar Rp228.000 per liter untuk yang diproduksi di dalam negeri maupun yang impor.
Sementara itu, konsentrat yang mengandung etil alkohol berbentuk padatan dikenakan tarif sebesar Rp1.000 per gram untuk yang diproduksi di dalam negeri dan yang impor.
“Ketentuan mengenai tarif cukai EA, MMEA, dan KMEA sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024,” bunyi Pasal 9 PMK No. 160/2023, dikutip Rabu (3/1/2024).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto menyampaikan bahwa pertimbangan pemerintah untuk melakukan penyesuaian tarif cukai MMEA adalah guna mendukung penurunan prevalensi konsumsi MMEA.
Dia menjelaskan, prevalensi konsumsi MMEA usia di atas 10 tahun terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data terakhir, prevalensi konsumsi MMEA di atas 10 tahun ini naik menjadi 3,3% pada 2018.
“Prevalensi konsumsi MMEA usia diatas 10 tahun terus tumbuh, dari 3% pada 2007 menjadi 3,3% pada 2018,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/1/2024).
Selain itu, Nirwala mengatakan bahwa rata-rata pertumbuhan produksi MMEA dalam 10 tahun terakhir mencapai 2,4%.
Pertimbangan lainnya, pemerintah terakhir melakukan penyesuaian tarif cukai MMEA pada 2014 untuk golongan B dan C, juga pada 2019 untuk golongan A.
Pemerintah belum berhenti di sini dalam berburu cukai. Catatan Bisnis, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memasukkan komponen cukai plastik dan cukai minuman manis atau minuman bergula dalam kemasan (MBDK) di APBN 2024. Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 76/2023 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024 yang diundangkan pada akhir November tahun lalu.
Kedua objek baru cukai ini telah cukup lama dicantumkan jadi target. Meski demikian, dalam 5 tahun terakhir, kedua objek tidak kunjung jadi dikenakan cukai seiring perlunya persetujuan DPR dalam penetapannya.
Berdasarkan lampiran Perpres No 76/2023, komponen cukai plastik dan cukai MBDK dimasukkan ke dalam rincian penerimaan perpajakan tahun anggaran 2024. Pemerintah memasukkan target cukai plastik sebesar Rp1,85 triliun dan cukai MBDK senilai Rp4,39 triliun.
Dengan demikian, target penerimaan yang dibidik dari cukai plastik dan cukai MBDK pada tahun depan mencapai Rp6,24 triliun. Target penerimaan dari dua jenis cukai baru tersebut lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya atau APBN 2023.
Pendapatan Cukai Turun
Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2023 tercatat sebesar Rp286,2 triliun. Nilai ini 95,4% dari target.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2023 mengalami koreksi pertumbuhan setelah mencatatkan pertumbuhan positif 2 tahun berturut-turut pada 2021 dan 2022.
Dia menjelaskan penerimaan cukai menjadi kontributor utama, yang tercatat mencapai Rp221,8 triliun atau mencapai 97,6% dari target Perpres 75/2023.
Menurut Sri mulyani, penerimaan cukai yang kurang optimal dipengaruhi oleh kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang mendorong penurunan produksi rokok, terutama pada golongan 1.
“[Produksi rokok] golongan 1 turunnya bahkan mencapai 14%. Ini produsen rokok golongan 1 yang raksasa-raksasa paling besar,” katanya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Rabu (3/1/2024).
Di sisi lain, penerimaan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) naik tipis 0,4% ditopang oleh meningkatnya kinerja industri pariwisata.
Lebih lanjut, Kemenkeu mencatat penerimaan bea masuk sebesar Rp50,8 triliun pada 2023, lebih rendah dibandingkan periode 2022 karena nilai impor yang menurun sebesar 6,8%.