Bisnis.com, JAKARTA — Pasar obligasi diprediksi akan melanjutkan momentum positif pada 2024, sejalan dengan ekspektasi penurunan suku bunga acuan dari Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed).
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total emisi obligasi korporasi dan sukuk yang tercatat sepanjang tahun 2023 sebanyak 107 emisi dari 57 emiten senilai Rp117,80 triliun.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga meraih penggalangan dana tebal dari hasil penerbitan Surat Berharga Negara atau SBN Ritel sepanjang 2023 sebesar Rp147,42 triliun. Ketujuh seri SBN ritel yang ditawarkan pemerintah yakni SBR012, SR018, ST010, ORI023, SR019, ORI024, dan ST011.
Head of Investment Specialist Sinarmas AM Domingus Sinarta Ginting mengatakan, tahun depan, baik obligasi korporasi dan obligasi pemerintah akan saling melengkapi ditengah pasar yang masih relatif volatil.
Menurutnya, obligasi korporasi bisa menjadi pilihan di semester I/2024, saat pasar masih cenderung berfluktuasi serta wait and see terkait data–data perekonomian di AS dan kepastian waktu dari pemotongan suku bunga The Fed. Pasalnya, harga obligasi korporasi cenderung stabil di tengah pasar yang berfluktuasi.
"Sementara itu obligasi negara bisa menjadi pilihan di paruh kedua 2024, saat The Fed sudah mulai menurunkan suku bunga. Karena SBN cenderung lebih diuntungkan saat suku bunga turun karena memiliki durasi yang lebih panjang," ujar Domingus kepada Bisnis dikutip Selasa, (26/12/2023).
Baca Juga
Menurutnya, di tengah tren penurunan suku bunga, maka emiten di sektor yang memiliki leverage dan kebutuhan refinancing jangka pendek yang tinggi akan cenderung diuntungkan di antaranya adalah konstruksi, telekomunikasi, pulp & paper, dan properti.
"Sebab emiten-emiten tersebut bisa menerbitkan obligasi dengan bunga yang relatif murah. Sementara itu dari segi peringkat dan tenor, emiten–emiten di sektor tersebut banyak memiliki rating di kisaran A dengan obligasi bertenor 1-3 tahun," katanya.
Dari sisi obligasi negara, menurutnya prospek penerbitan SBN ritel pada 2024 diprediksi sekitar Rp157,06 triliun atau naik 6,5% secara year-on-year (yoy) dibandingkan realisasi penerbitan SBN ritel sepanjang 2023 sebesar Rp147,42 triliun.
"Hal itu dikarenakan pemerintah masih memiliki alokasi dana saldo anggaran lebih [SAL] sebesar Rp51,38 triliun pada RAPBN 2024," pungkas Domingus.
Setali tiga uang, Head of Research Syailendra Capital Rizki Jauhari mengatakan, penurunan tingkat suku bunga akan terjadi berkala setidaknya dalam 2 tahun ke depan. Sehingga, kebijakan suku bunga masih terhitung tinggi dibandingkan historis tingkat suku bunga indonesia ataupun AS.
"Maka, hal ini dapat menopang obligasi korporasi sehingga baik bagi outlook corporate bond. Pemangkasan Fed Fund Rate setidaknya dua kali juga akan memberikan keuntungan untuk aset kelas SUN," kata Rizki kepada Bisnis.
Dia mengatakan, untuk surat utang korporasi, pihaknya masih akan fokus pada tenor 2-3 tahun dan mayoritas akan di sektor keuangan sebagai penerbit obligasi korporasi terbanyak dan akses dari sumber pendanaan terbanyak dibandingkan sektor lainnya.
Untuk sektor perusahaan yang akan diuntungkan dari turunnya suku bunga yaitu bank, multifinance dan properti. Sedangkan sektor yang diuntungkan seiring adanya Pemilu 2024 yakni konsumer, telekomunikasi, dan transportasi.
"Selain melihat yield dan kupon yang ditawarkan, kami juga melihat likuiditas transaksi di pasar sekunder. Adapun emiten lainnya yang memberikan yield atau kupon perlu dilihat dan analisa atas credit scoring masing-masing emiten," pungkasnya.