Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara mengalami pelemahan di tengah naiknya saham perusahaan batu bara India akibat permintaan baru bara yang meningkat. Di sisi lain, harga CPO menguat.
Berdasarkan data Bloomberg, batu bara ICE Newcastle kontrak Januari 2024 pada perdagangan Kamis (14/12/2023) melemah -0,52% atau -0,75 poin ke level US$144,40 per metrik ton. Adapun, kontrak untuk Desember 2023 ditutup melemah -0,51% atau -0,75 poin ke level US$145,50 per metrik ton.
Departemen Energi AS pada Kamis (14/12) menuturkan bahwa pabrik gas alam dan batu bara di Texas, California, dan North Dakota akan membagi hingga US$890 juta dana Amerika Serikat (AS) untuk proyek-proyek yang mendemonstrasikan kelayakan teknologi penangkapan karbon.
Adapun, penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon capture and storage/CCS) adalah teknologi yang sedang berkembang dan dinilai penting untuk membantu memerangi perubahan iklim.
Pabrik CCS bertujuan untuk menarik emisi karbon dioksida dari pabrik bahan bakar fosil sebelum mereka mencapai atmosfer untuk disimpan di bawah tanah.
Kemudian, permintaan yang meningkat untuk batu bara India mendorong saham penambang Coal India dan pembangkit listrik NTPC mengungguli pasar yang lebih luas dan perusahaan sejenis di dunia.
Baca Juga
NTPC, yang kebanyakan menghasilkan listrik dari batu bara, telah melonjak 78%, jauh di depan kenaikan 17% di Indeks Nifty yang lebih luas. Sementara itu, saham Coal India naik 55% untuk tahun terbaiknya pada 2023.
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar yang paling bergantung pada batu bara, ketergantungan India pada bahan bakar untuk pembangkit listrik diperkirakan meningkat selama tiga tahun berturut-turut.
Kenaikan tersebut kemudian akan beriringan dengan melambatnya penggunaan energi terbarukan.
Harga CPO
Harga kontrak acuan crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Februari 2024 menguat 18 poin menjadi 3,646 ringgit per metrik ton.
Kemudian, untuk kontrak Desember 2023 juga tidak berubah, dengan harga 3,585 ringgit per metrik ton.
Mengutip Reuters, kontrak berjangka minyak sawit Malaysia turun lebih dari 1% dalam perdagangan awal hari Rabu karena perlambatan ekspor dan mengikuti pelemahan pada minyak kedelai saingannya.
Surveyor kargo menuturkan bahwa ekspor produk minyak sawit Malaysia untuk periode 1-10 Desember 2023 turun 4,1% hingga 7,4% dari periode 1-10 November 2023.
Kemudian, Malaysia Palm Oil Board (MPOB) menuturkan bahwa stok minyak sawit Malaysia pada akhir November turun untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan karena produksi yang menurun, lebih dari ekspor.
Adapun, di Chicago Board of Trade (CBOT) minyak kelapa sawit diperdagangkan menguat 0,1% setelah turun 1,4% di sesi sebelumnya.
Kontrak berjangka kedelai Chicago juga mengalami pelemahan pada Rabu (13/12) dengan perkiraan akan turun hujan di beberapa wilayah penghasil biji minyak kering di Brasil. Hal ini mengurangi kekhawatiran atas kondisi cuaca kering yang dapat merugikan tanaman yang baru ditanam.
Analis teknikal Reuters Wang Tao mengatakan bahwa minyak kelapa sawit mungkin menembus level support di 3,682 ringgit per metrik ton, dan turun ke posisi terendah 7 Desember sebesar 3.641 ringgit.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai mata uang ringgit Malaysia menguat 0,72% terhadap dolar pada penutupan Kamis (15/12).