Bisnis.com, JAKARTA — Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) memberikan sinyal dovish dalam pertemuan FOMC terakhir, dengan mengerem tren kebijakan suku bunga tinggi setelah melihat data-data internal AS. Sejumlah analis melihat saham-saham sektor perbankan, properti hingga teknologi bakal menerima berkah dari kebijakan tersebut.
Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Priyadi menuturkan bahwa The Fed memproyeksikan pemangkasan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) menuju 4,75%. Namun, pasar berspekulasi besaran itu tidak cukup dan memasang angka 150 bps menjadi 4%.
Selain itu, dia mengatakan bahwa pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga The Fed akan dimulai pada kuartal I/2024 atau tepatnya pada Maret mendatang.
“Apabila terjadi maka saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga akan diuntungkan, misalnya properti dan otomotif. Saham-saham multifinance juga berpotensi diuntungkan,” ujar Lionel saat dihubungi Bisnis pada Kamis (14/12/2023).
Meski demikian, dia menilai harapan pasar terlalu spekulatif. Investor yang lebih konservatif disarankan wait and see dengan masuk ke instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) atau bertahan di saham-saham defensif seperti rokok, konsumer, dan telekomunikasi.
Baca Juga
Saham GOTO-BUKA Diuntungkan Sikap Dovish The Fed
Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christopher Rusli menilai emiten-emiten teknologi digital ke depannya akan sangat diuntungkan jika prediksi tren penurunan suku bunga global terealisasi pada tahun 2024. Penurunan suku bunga diyakini akan menggenjot daya beli masyarakat, sehingga mendorong kinerja perusahaan-perusahaan tersebut.
“Kami menilai perusahaan-perusahaan teknologi dan keuangan digital berpotensi untuk membukukan EBITDA disesuaikan (adjusted EBITDA) yang positif dalam beberapa tahun ke depan jika tren penurunan suku bunga akan terealisasi pada akhir tahun depan,” ujar Christopher dalam Mirae Asset Media Day di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Dia melanjutkan terdapat dua perusahaan teknologi digital yang menjadi perhatian Mirae Asset saat ini, yaitu PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO).
Christoper menuturkan BUKA akan diuntungkan dari ekspansi di segmen specialty verticals dan segmen online to offline (O2O) melalui program Mitra Bukalapak, ketika kondisi makroekonomi di Indonesia membaik. Dia mengatakan faktor lain yang akan mendukung kinerja BUKA adalah posisi adjusted EBITDA perseroan yang lebih dulu berpotensi berbalik positif dibanding pesaing pada akhir tahun 2023.
Sebagai informasi, adjusted EBITDA adalah laba sebelum beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) disesuaikan dengan mengecualikan hitungan dari pendapatan yang tidak berkelanjutan (non-recurring), tidak biasa, dan hanya satu waktu.
Hitungan adjusted EBITDA lumrah digunakan untuk membandingkan beberapa perusahaan yang bisnisnya beragam tetapi berada di industri yang sama.
Di sisi lain, GOTO dinilai memiliki prospek kinerja yang lebih cerah dibanding sebelumnya, setelah pembelian 75% saham PT Tokopedia (Tokped) oleh ByteDance yang mengendalikan TikTok. Christopher meyakini kinerja adjusted EBITDA perseroan akan semakin cepat positif dibandingkan prediksi sebelumnya.
Prospek GOTO ini menurutnya didukung oleh lima faktor. Pertama, prediksi dikuasainya pangsa pasar gross merchandise value (GMV) e-commerce setelah akuisisi Tokped oleh TikTok sekitar 40%-50%. Kedua, keuangan yang lebih fleksibel. Ketiga, keuntungan dari penjualan live (live commerce) karena pengguna TikTok di Indonesia adalah tertinggi kedua di dunia.
Keempat, potensi cross selling 125 juta pengguna TikTok untuk layanan dan produk lain GOTO. Kelima, penurunan beban biaya GOTO karena beban Tokopedia tidak lagi terkonsolidasi ke kinerja GoTo Gojek Tokopedia.
Adapun Christopher memberikan rekomendasi trading buy dengan target price (TP) Rp240 untuk saham BUKA, dan hold dengan TP Rp94 untuk saham GOTO.
Meskipun masih merekomendasi HOLD untuk GOTO, dia mengatakan saat ini rekomendasi tersebut masih dalam kajian untuk diubah (under review), seiring dengan berita akuisisi mayoritas saham Tokopedia yang baru dilakukan TikTok.
Tak hanya terbatas pada sektor saham, sikap dovish The Fed juga dinilai akan berdampak terhadap fundamental makro ekonomi Indonesia.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, sikap dovish The Fed secara jangka panjang akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi negara-negara yang sebelumnya memperketat kebijakan moneter.
Sebab, kata Nafan, perlambatan ekonomi global yang diakibatkan dari pengetatan kebijakan moneter secara tidak langsung berdampak terhadap perekonomian Indonesia.
“Secara jangka panjang akan seperti itu, jadi optimisme terkait dengan perbaikan dalam hal pertumbuhan ekonomi bisa bagus dan juga akan membuat fundamental makro ekonomi Indonesia bisa semakin kuat,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (14/12/2023).
Di tengah sejumlah sentimen tersebut, Nafan memperkirakan saham big bank seperti BBCA, BMRI, BBNI, dan BBRI akan mendapatkan angin segar jika The Fed merealisasikan pemangkasan suku bunga acuannya pada 2024.
Selain itu, sentimen positif lainnya juga akan menaungi saham perbankan sejalan dengan peningkatan kredit dan transaksi jelang momentum Natal dan Tahun Baru.
“Pasti nanti peredaran uang akan meningkat dan itu menjadi sentimen positif terhadap sektor perbankan, dan di sisi lain postur saham perbankan yang tecermin dari IDX Financial menunjukkan peningkatan,” kata Nafan.
Dia menyarankan agar investor yang telah memiliki portofolio saham perbankan untuk tetap mempertahankan pembelian. Hal ini disebabkan, capaian interest margin yang diperoleh bank-bank besar telah menunjukkan pertumbuhan progresif dari tahun ke tahun.
Untuk saham perbankan berkapitalisasi jumbo, Nafan merekomendasikan untuk mengakumulasi saham BBCA dengan target harga Rp9.450, disusul BMRI di angka Rp6.200, BBNI disematkan rekomendasi add dengan target Rp5.600, dan BBRI hold di level Rp5.750.
Dari sisi pasar modal, Nafan melihat keputusan The Fed untuk menghentikan siklus kenaikan suku bunga semestinya mampu memberikan efek positif pada penguatan market di bursa Asia sehingga membuka peluang terjadi penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Proyeksi IHSG 2024
Mandiri Sekuritas optimistis terhadap kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menembus level hingga 8.400 pada tahun 2024 mendatang.
Sederet sentimen turut menopang penguatan IHSG, salah satunya ekspektasi penurunan suku bunga Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed pada 2024.
Head of Sales Mandiri Investasi Vina Cahyadi mengatakan, setidaknya The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali secara bertahap hingga akhir tahun 2024 sehingga berpotensi menyebabkan IHSG reli.
“Kami percaya IHSG tahun depan bisa menyentuh di kisaran 8.000 sampai 8.400. Jadi potensinya masih cukup besar,” ujar Vina di Menara Mandiri Sekuritas, Jakarta pada Kamis, (14/12/2023).
Dia mengatakan, seiring dengan prediksi kenaikan IHSG, investor juga perlu mencermati pertumbuhan dari emiten-emiten yang tercatat di Bursa. Sejauh ini, pihaknya memprediksi profitabilitas pertumbuhan dari perusahaan-perusahaan di IHSG bisa tumbuh rata-rata 8% pada 2024.
"Nah kalau misalnya price earning [PE] atau valuasi dari pasar saham kita tidak berubah, jadi tetap flat misalnya, harusnya IHSG tahun depan bisa naik 8%," kata dia.
Vina mengatakan, faktor lainnya yang mendukung IHSG datang dari sentimen Pemilu 2024. Pasalnya, Pemilu serentak menyedot anggaran hingga Rp76 triliun, dan dana kampanye diproyeksikan akan menyumbang 0,8% terhadap tambahan Produk Domestik Bruto (PDB) RI.
Mandiri Sekuritas pun merekomendasikan saham-saham konstituen Indeks LQ45 yang akan menggerakkan IHSG tahun depan. Sektor yang berpotensi diuntungkan menurut Vina yakni sektor konsumer siklikal dan non-siklikal pada 2024.
Berdasarkan data RTI Business hari ini, Jumat (15/12/2023), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,21% ke level 7.191,31. Indeks komposit IHSG bergerak di rentang 7.180-7.195 pada pagi ini.
Sebanyak 159 saham menguat, 77 saham melemah dan 246 saham stagnan pada awal perdagangan. Kapitalisasi pasar tembus Rp11.550 triliun.
__________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.