Bisnis.com, JAKARTA - Mandiri Sekuritas optimistis terhadap kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menembus level hingga 8.400 pada tahun 2024 mendatang.
Sederet sentimen turut menopang penguatan IHSG, salah satunya ekspektasi penurunan suku bunga Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed pada 2024.
Head of Sales Mandiri Investasi Vina Cahyadi mengatakan, setidaknya The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali secara bertahap hingga akhir tahun 2024 sehingga berpotensi menyebabkan IHSG reli.
“Kami percaya IHSG tahun depan bisa menyentuh di kisaran 8.000 sampai 8.400. Jadi potensinya masih cukup besar,” ujar Vina di Menara Mandiri Sekuritas, Jakarta pada Kamis, (14/12/2023).
Dia mengatakan, seiring dengan prediksi kenaikan IHSG, investor juga perlu mencermati pertumbuhan dari emiten-emiten yang tercatat di Bursa. Sejauh ini, pihaknya memprediksi profitabilitas pertumbuhan dari perusahaan-perusahaan di IHSG bisa tumbuh rata-rata 8% pada 2024.
"Nah kalau misalnya price earning [PE] atau valuasi dari pasar saham kita tidak berubah, jadi tetap flat misalnya, harusnya IHSG tahun depan bisa naik 8%," kata dia.
Baca Juga
Vina mengatakan, faktor lainnya yang mendukung IHSG datang dari sentimen Pemilu 2024. Pasalnya, Pemilu serentak menyedot anggaran hingga Rp76 triliun, dan dana kampanye diproyeksikan akan menyumbang 0,8% terhadap tambahan Produk Domestik Bruto (PDB) RI.
Mandiri Sekuritas pun merekomendasikan saham-saham konstituen Indeks LQ45 yang akan menggerakkan IHSG tahun depan. Sektor yang berpotensi diuntungkan menurut Vina yakni sektor konsumer siklikal dan non-siklikal pada 2024.
Selanjutnya, sektor yang akan diuntungkan dari penurunan suku bunga The Fed yaitu sektor perbankan, properti, dan infrastruktur. Namun, Mandiri Sekuritas masih menyematkan pandangan netral terhadap sektor kesehatan, karena diproyeksikan masih akan bertumbuh walaupun pandemi Covid-19 melandai.
Sementara itu, sektor yang berpotensi dilemahkan dari melambatnya kondisi ekonomi global yaitu sektor energi, karena harga komoditas melemah sehingga ekspor tertekan.
"Kami perkirakan dengan supply dan demand yang melemah, harga komoditas juga akan tertekan. Jadi, seperti sektor energi dan sektor material kami juga kurang suka. Nah, sektor teknologi, saat ini kami masih tidak suka, karena profitabilitasnya juga belum kelihatan," pungkasnya.
___________________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.