Bisnis, JAKARTA — Kolaborasi antara GoTo dan TikTok tidak saja akan terbatas di lini e-commerce, tetapi juga meluas pada sejumlah portofolio bisnis Grup GoTo lainnya, termasuk Bank Jago (ARTO), GoPay, dan Gojek. Di sisi lain, emiten e-commerce seperti BUKA dan BELI kian terancam.
Berita tentang efek konsolidasi TikTok-GOTO terhadap perusahaan segrup dan perusahaan pesaing menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Rabu (13/12/2023):
1. Mereka yang Untung dan Buntung di Balik Konsolidasi TikTok-GOTO
Langkah konsolidasi antara TikTok Pte. Ltd. dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) menjadi angin segar bagi emiten-emiten yang terafiliasi dengan Grup GoTo di Tanah Air, tetapi menjadi kabar buruk bagi emiten-emiten pesaingnya, khususnya di lini e-commerce.
Awal pekan ini, pasar diramaikan oleh kabar kesepakatan kerja sama strategis dan investasi antara TikTok dan GoTo di lini e-commerce.
TikTok akan menyuntikkan tambahan modal ke PT Tokopedia, anak usaha GOTO, senilai US$840 juta. Dari dana yang diterima Tokopedia tersebut, sebesar US$340 juta di antaranya akan digunakan oleh Tokopedia untuk membeli kontrak bisnis dan hak eksklusif untuk mengoperasikan TikTok Shop.
Dengan demikian, ada segar US$500 juta tersisa yang bakal masuk ke kantong Tokopedia. Di samping itu, sebagai bagian dari rencana investasi tersebut, Tokopedia juga akan menerima Promissory Note dari TikTok sebesar US$1 miliar.
Alhasil, total dana segar yang bakal masuk ke kantong Grup GoTo setidaknya akan mencapai US$1,5 miliar. Melalui suntikan modal itu, TikTok akan memiliki 75,01% saham Tokopedia, sedangkan GOTO menggenggam 24,99% sisanya. Dana ini akan digunakan untuk kebutuhan modal kerja Tokopedia di masa mendatang.
Tangkapan layar menampilkan wajah baru TikTok Shop setelah berkolaborasi bersama dengan Tokopedia. Sumber: TikTok.
2. Rasio Pajak Susut di Tahun Politik
Target sasaran rasio pajak terus menyusut. Dalam Perpres 52/2023 tentang Rencana kerja Pemerintah 2024, tax ratio ditargetkan sebesar 10%--10,2% pada tahun depan, lebih rendah dibandingkan dengan RPJMN 2020-2024 di angka 10,7%-12,3%.
Dalam Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak 2022 yang terbit kemarin, rasio pajak 2024 hanya disasar 8,59%-9,55%. Hal ini menandai adanya banyak kerikil yang menghambat optimalisasi penerimaan pajak.
Masih banyak tantangan mengoptimalkan penerimaan pajak di antaranya moderasi harga komoditas sumber daya alam yang menekan PNBP sumber daya alam, sehingga naik turunnya harga komoditas sangat berpengaruh. Lalu, proyeksi penerimaan cukai yang tidak mencapaai target karena terbatasnya daya beli, dan Pemilu secara historis tidak memberi efek terhadap penerimaan pajak.
Sementara itu, pemerintah telah menyiapkan sejumlah skenario untuk menjaga performa penerimaan pajak tetap gemilang. Strategi yang diandalkan adalah mengimplementasikan sistem inti perpajakan yang akan meningkatkan efisiensi dan deteksi wajib pajak serat mempercepat pemadanan NIK dan NPWP.
3. Jurus Himbara Penuhi Target Kredit UMKM Jokowi
residen Joko Widodo kembali mengungkapkan keprihatinannya terhadap realisasi penyaluran kredit untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang masih sangat kecil dan meminta semua pemangku kepentingan memikirkan strategi guna mengerek segmen ini.
Menanggapi hal tersebut, kalangan perbankan yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau bank-bank BUMN pun membeberkan strategi mereka masing-masing untuk memacu pertumbuhan portofolio kredit UMKM.
Tercatat, penyaluran kredit UMKM Tanah Air baru menyentuh 21% dari total kredit. Capaian ini masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara lain seperti China yang mencapai 65%. Lalu, Jepang 65% dan India di level 50%.
Dirinya pun tak segan-segan mendorong Kementerian BUMN, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa keuangan (OJK) untuk menjadikan semua kredit UMKM bisa dilakukan tanpa agunan. Hal ini dilakukan, lantaran tidak semua UMKM memiliki aset agunan dan kolateral.
“Pembiayaan UMKM harus dipermudah. Sehingga, prospek itu harus dilihat, jangan hanya agunannya saja, tapi juga prospeknya. Kalau prospek bagus, mestinya diberikan kredit," tuturnya, Kamis (7/12/2023).
4. Jalan MBR Bergaji di Bawah Rp8 Juta Punya Rumah melalui Tapera
Salah satu tantangan pemerintah dalam sektor perumahan yakni masih tingginya angka backlog rumah mencapai 12,7 juta unit. Backlog merupakan kesenjangan jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan di Indonesia masih tinggi. Terlebih, pemerintah telah menargetkan zero backlog pada 2045 mendatang.
Dalam ekosistem perumahan di Tanah Air, Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi salah satu aktor penting. BP Tapera berperan dalam pengelolaan dana tabungan perumahan khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar dapat memiliki hunian yang layak.
Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengatakan terdapat empat isu yang selama ini dihadapi oleh semua insan perumahan terkait dengan ekosistem pembiayaan perumahan. Keempat isu tersebut yakni availability, affordability, accessibility, dan sustainability.
Pada isu availability sendiri terkait dengan ketersediaan dana dimana fundamental dalam pembiayaan perumahan menyangkut miss and match antara penyediaan dana jangka pendek dengan jangka panjang.
“KPR perumahan itu punya tenor panjang sehingga butuh pendanaan jangka panjang sehingga kami sediakan likuiditasnya,” ujarnya, Selasa (12/12/2023).
5. Keterbatasan Maskapai Saat Nataru Masih Jadi Soal
Seperti tahun-tahun sebelumnya, harga tiket pesawat mengalami lonjakan seiring dengan momentum Natal dan Tahun Baru. Ketimpangan antara ketersediaan armada dan kenaikan permintaan kembali menjadi soal.
Hukum supply dan demand berlaku mutlak pada industri penerbangan. Saat jumlah penumpang meningkat namun tidak diikuti oleh ketersediaan pesawat yang memadai, maka akan mengerek harga tiket. Situasi ini agaknya terjadi menjelang Nataru.
Kurang dua pekan dari perayaan Natal, harga tiket untuk perjalanan sudah melambung. Salah satu faktornya adalah soal ketersediaan armada yang masih terbatas setelah pandemi Covid-19.
Sejauh ini, ketersediaan maskapai masih belum menyentuh level sebelum Covid-19. Pada momentum Nataru kali ini, Kementerian Perhubungan menyebut jumlah armada tersedia hanya 444 pesawat. Meski naik dibandingkan dengan periode sebelumnya yakni 412, namun level tersebut belum menyamai jumlah pesawat sebelum pagebluk.
Pada 2019, Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mencatat jumlah pesawat berjadwal menyentuh 601 armada (laporan 2022). Artinya, maskapai beroperasi akhir tahun ini hanya 73,6 persen dari sebelum pandemi.