Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah hari ini ditutup melemah di hadapan dolar Amerika Serikat. Mayoritas mata uang Asia juga ikut dihantam oleh keperkasaan greenback.
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (24/11/2023), rupiah melemah 0,08% atau 12 poin ke level Rp15.565 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS juga turun 0,20% atau 0,21 poin ke 103,71 pada 15.14 WIB.
Pada saat sama, dolar Taiwan melemah 0,50%, won Korea Selatan terdepresiasi 0,08%, yuan China tergelincir 0,08%, dan ringgit Malaysia turun 0,08%. Adapun hanya yen Jepang yang berhasil menguat 0,01%, dan dolar Hong Kong menguat 0,08% di hadapan dolar AS pada 15.15 WIB.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelaku pasar tengah menunggu data indeks manajer pembelian AS, yang akan dirilis Jumat waktu setempat. Data tersebut diperkirakan akan menunjukkan pelemahan berkelanjutan dalam aktivitas bisnis AS, karena perekonomian terbesar di dunia ini melemah akibat tingginya suku bunga dan inflasi.
“Tanda-tanda pelemahan apa pun dalam perekonomian AS memberikan ruang terbatas bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi, dan juga meningkatkan peluang penurunan suku bunga lebih awal,” kata Ibrahim dalam risetnya, Jumat (24/11/2023)
Risalah pertemuan bank sentral Federal Reserve pada akhir bulan Oktober menunjukkan bahwa sebagian besar pembuat kebijakan mendukung prospek suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, mengingat ketahanan perekonomian AS saat ini.
Baca Juga
Menurut Ibrahim, adanya kekhawatiran atas pernyataan Gubernur Bank of England mengenai suku bunga tinggi yang berkelanjutan menunjukkan potensi tekanan resesi.
Selain itu, lanjutnya, data PMI yang lemah di zona euro dan Jepang juga menunjukkan melemahnya tren ekonomi di seluruh dunia. Pada gilirannya, hal tersebut dapat mendukung permintaan safe haven terhadap dolar AS.
Dari sentimen domestik, lanjut Ibrahim, pelaku pasar terus memantau berbagai faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan, sekalipun kemungkinan tidak sesuai dengan ekspektasi pemerintah maupun Bank Indonesia.
Faktor-faktor tersebut pertama adalah kondisi perekonomian global yang pasti mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. Kedua, tensi geopolitik termasuk konflik yang terjadi saat ini seperti Israel dengan Palestina serta Rusia dengan Ukraina.
“Hal tersebut akan berdampak pada inflasi,dan nilai tukar rupiah saat ini,” jelasnya.
Kendati demikian, menurut Ibrahim, tantangan itu dapat diatasi dengan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN yang memiliki peran sebagai instrumen yang menjaga stabilitas ekonomi.
Selain itu, APBN juga memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga, pengelolaan APBN akan tetap memperhatikan dinamika perekonomian, yang bedampak terhadap ekonomi dalam negeri.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2023 sebesar 4,94 persen secara year-on-year (YoY) dan tumbuh 1,6 persen secara quartal-to-quartal (QtQ). Sehingga, secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,05 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2022 mencapai 5,73 persen.
Ibrahim memprediksi untuk perdagangan Senin (27/11/2023) depan, nilai tukar rupiah akan bergerak fluktuatif namun berpotensi ditutup melemah pada kisaran Rp15.540- Rp15.620 per dolar AS.