Bisnis.com, JAKARTA — Saham emiten gas pelat merah PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) yang berada dalam tren penurunan, semakin tertekan dengan kondisi force majeure kontrak LNG dengan Gunvor Singapura . Analis menurunkan target harga dari Rp1.400 menjadi Rp1.050 per saham.
Pada perdagangan hari ini pukul 15.00 WIB, saham PGAS berada di posisi Rp1.120 per saham atau terkoreksi 0,04% per saham. Adapun sepanjang perdagangan saham PGAS volatil di rentang Rp1.105 hingga Rp1.140 per saham. Secara year to date, saham PGAS telah anjlok 36,36% dengan kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp27,27 triliun.
Analis DBS Group William Simadiputra menjelaskan saat ini saham PGAS sedang berada dalam fase downtrend yang masih belum diketahui akhir kondisi penurunannya. Penurunan harga saham PGAS disebabkan oleh tren pendapatan 2023 karena rendahnya harga jual minyak dan tren margin distribusi yang rendah.
“Karena kenaikan margin yang terbatas, kami memperkirakan harga saham PGAS tidak akan pulih dari level terendah saat ini, meskipun PGAS berstatus sebagai perusahaan sub-holding gas nasional yang bertugas mendistribusikan gas ke seluruh pelosok negeri,” jelasnya dalam riset, dikutip (13/11/2023).
Harga saham PGAS semakin tertekan dengan adanya pengumuman force majeure pada kontrak LNG dengan Gunvor Singapura. Force majeure tersebut adalah pelaksanaan master LNG sale and purchase agreement dan confirmation notice (CN) antara perseroan selaku penjual dengan Gunvor Singapore Pte Ltd selaku pembeli.
PGAS sendiri mengumumkan bahwa kondisi ini tidak akan berlangsung lama, perkiraannya hanya beberapa bulan pada 2024 mendatang. Meski demikian, PGAS belum merilis dampak dari kejadian tersebut bagi kinerja operasional.
Baca Juga
Menurut William, force majeure ini dapat menghalangi PGAS untuk berekspansi ke bisnis LNG setelah bisnis Floating Storage Regasification Unit (FSRU) gagal berkembang akibat perselisihan dengan Hoegh LNG sejak tahun 2021.
Seperti yang diketahui, Agustus 2021 PGAS dikabarkan berselisih dengan Hoegh LNG. Saat itu anak usaha PGAS mengajukan arbitrase ke Singapore International Arbitration Centre karena ingin menyudahi kontrak penyewaan kapal Hoegh LNG.
PGAS berpendapat bahwa saat itu terdapat ketidakadilan dalam penyewaan kapal. Gugatan pun dilayangkan untuk lease, operation and maintenance agreement dalam pengelolaan Floating Storage & Regasification Unit (FSRU) Lampung.
Adapun kondisi serupa yang dialami PGAS saat ini juga diprediksi memukul investor terutama terkait dengan porvisi. Force majeure yang sedang berlangsung berarti potensi provisi tambahan untuk kontrak Gunvor sekitar US$100 juta- US$240 juta di kuartal IV/2023.
Seiring dengan kondisi tersebut, William merekomendasikan untuk hold saham PGAS dengan target harga di Rp1.050. Target harga ini turun 6% dibandingkan target sebelumnya di level Rp1.400 per saham.
“Meskipun harga saham anjlok, kami tidak menyarankan investor untuk mengambil risiko pada PGAS karena masih adanya ketidakpastian seputar kontrak Gunvor dan tren penurunan pendapatan dengan margin yang semakin tipis,” imbuh William.
______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.