Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Lesu ke Rp15.650, Mata Uang Asia Tergerus Dolar AS

Rupiah dan mayoritas mata uang Asia lainnya kompak melemah di hadapan dolar AS. Para pelaku pasar masih mengantisipasi potensi kenaikan suku bunga The Fed.
Karyawati menghitung mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (14/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati menghitung mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (14/8/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup lesu ke level Rp15.650 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Rabu, (8/11/2023). Adapun, mata uang Asia lainnya terpantau melemah tergerus penguatan dolar AS sore ini.

Mengacu data Bloomberg dikutip Rabu, (8/11/2023) pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup melemah 0,09% atau 14 poin ke level Rp15.650 per dolar AS, setelah ditutup lesu pada perdagangan kemarin. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau menguat 0,13% ke posisi 105,67 pada sore ini.

Sebagian besar mata uang Asia melemah terhadap dolar AS. Misalnya, yen Jepang turun 0,19%, dolar Singapura terkoreksi 0,05%, dolar Taiwan turun 0,09%, won Korea melemah 0,18%, rupee India turun tipis 0,01%, ringgit Malaysia melemah 0,27%.

Sedangkan mata uang Asia yang masih kebal terhadap dolar AS, misalnya dolar Hongkong naik 0,04%, peso Filipina menguat 0,20%, yuan China naik tipis 0,01%, baht Thailand menguat 0,03%.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, para pejabat Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) masih memproyeksikan suku bunga tinggi, terutama menyusul data nonfarm payrolls yang lebih lemah dari perkiraan pada bulan Oktober.

Para pejabat The Fed mencatat bahwa inflasi masih terlalu tinggi, dan suku bunga berpotensi naik lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang. Dia bilang, bahkan jika The Fed berhenti sejenak, diperkirakan akan mulai memangkas suku bunga pada pertengahan tahun 2024.

"Bank sentral memberi isyarat bahwa suku bunga AS akan tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama, kemungkinan besar akan tetap di atas 5% hingga akhir tahun 2024," ujar Ibrahim dalam riset, Rabu, (8/11/2023).

Data berjangka dari alat CME FedWatch menunjukkan kemungkinan 15% kenaikan suku bunga lagi pada Januari 2024 dan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 22% pada Maret 2024.

Di lain sisi, data Selasa, (8/11/2023) menunjukkan bahwa ekspor China turun lebih besar dari perkiraan, sementara neraca perdagangan Negeri Tirai Bambu menyusut ke level terendah dalam 17 bulan pada Oktober 2023. Fokus pasar saat ini tertuju pada data inflasi China, yang akan dirilis pada Kamis, (9/11/2023).

Dari sentimen domestik, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6%. Kenaikkan suku bunga ini akan berdampak terhadap berbagai sektor mulai dari properti, asuransi, sampai kredit yang disalurkan perbankan.

Menurutnya, BI melakukan tindakan pre-emptive dan forward looking di tengah ketidakstabilan global. BI ingin mendukung kestabilan nilai rupiah di tengah volatilitas yang tinggi.

Volatilitas tinggi ini tecermin dari angka yield obligasi Amerika Serikat (AS) yang sedang ada di angka 5%, tertinggi sejak 2007 sehingga BI tidak bisa lagi menahan suku bunga.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah di rentang  Rp15.630- Rp15.700," pungkas Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper