Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai penyelenggara bursa karbon memperingatkan kepada para emiten untuk tidak mengindari kewajiban terhadap jejak emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, para pelaku usaha terkadang mencoba menghindari kewajiban jejak karbon dengan memindahkan kegiatan usaha ke negara lain yang kebijakan emisinya tidak terlalu ketat.
"Pelaku usaha memang kadang-kadang selalu 'kreatif'. [Misalnya] mencoba menghindar dari satu negara yang menerapkan peraturan yang ketat tentang emisi, dengan melakukan kegiatan di negara lain yang lebih longgar dalam penerapan emisinya," ujar Jeffrey dalam acara CEO Networking 2023, Selasa, (7/11/2023).
Dia bilang, tidak lama lagi kegiatan seperti itu sudah tidak bisa dilakukan. Pasalnya, saat ini sudah ada kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang segera diterapkan di kawasan Uni Eropa.
Artinya, impor yang masuk ke Uni Eropa akan memperhitungkan jejak karbon dari para supplier global yang masuk ke kawasan tersebut. Eropa tengah mendorong CBAM yang merupakan pengurangan emisi karbon dengan menambah tarif atau pajak bea masuk terhadap barang impor ke Uni Eropa.
"Dari informasi yang kami dapat, Kanada dan Inggris juga akan segera menerapkan mekanisme yang sama, untuk memastikan kalau seluruh pelaku usaha global itu menerapkan standar yang sama," pungkas Jeffrey.
Baca Juga
Dari catatan Bisnis, setelah resmi meluncurkan bursa karbon perdana pada 26 September 2023, pemerintah Indonesia juga tengah mengkaji regulasi penerapan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) untuk pajak karbon.
Penerapan CBAM dinilai akan memberikan peluang bagi banyak negara termasuk Indonesia yang memiliki ambisi sangat tinggi dalam peralihan energi jika instrumen tersebut memberikan keleluasaan bagi negara berkembang untuk bisa menyesuaikan diri sekaligus menggali potensi mereka di bidang energi terbarukan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan regulasi pajak karbon akan dilengkapi. Jika di Eropa memberlakukan pajak karbon pada 2026 mendatang, maka Indonesia juga akan meluncurkan pajak karbon jelang 2026.
“Pajak karbon itu ada dua, satu yang sifatnya sukarela dan satu lagi adalah kewajiban terkait. Yang sukarela melalui bursa karbon, sementara pajak karbon itu hanya melengkapi jadi kalau tidak diperdagangkan di dalam bursa baru dicarikan melalui pajak karbon,” ujar Airlangga, Selasa (26/9/2023).