Bisnis.com, JAKARTA – Tiga pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak 19-25 Oktober 2023. Kehadiran mereka memberikan reaksi pasar yang berbeda-beda di lantai bursa. Namun, sentimen mancanegara dan suku bunga cenderung lebih kencang memengaruhi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan pihaknya memprediksi IHSG pada akhir tahun ini akan parkir di level 7.180. Hingga saat ini, IHSG juga masih resilien.
"Kita lihat kenapa IHSG masih bisa naik ke 7.180, karena IHSG secara valuasi masih sangat-sangat murah karena price to earning ratio-nya 13x-13,5x," kata Adrian dalam Capital Market Summit Expo (CMSE) 2023, akhir pekan lalu.
Dengan hal ini, jika terjadi gonjang-ganjing di global, maka dampak ke IHSG tidak akan signifikan karena secara valuasi IHSG sudah sangat menarik.
Dia melanjutkan berakhirnya pengetatan moneter memang akan terjadi dalam waktu dekat, tetapi era suku bunga tinggi masih akan bertahan. Mandiri Sekuritas juga meyakini jika suku bunga BI bisa mulai turun sebanyak 50 basis poin mulai Mei atau Juni 2024.
Menyikapi situasi seperti ini, sampai kuartal IV/2023 dan kuartal I/2024, Mandiri Sekuritas cenderung memilih saham pada sektor consumer staples, telekomunikasi, selektif di perbankan, dan sedikit saham komoditas.
Baca Juga
Pada bagian lain, Direktur Utama RHB Sekuritas Thomas Nugroho mengatakan pihaknya menargetkan IHSG dapat menembus 7.400 pada akhir 2023.
Salah satu hal yang dapat menopang keberhasilan tersebut adalah langkah pemerintah untuk mempercepat serapan anggaran belanja negara pada tiga bulan terakhir 2023. Sebagaimana diketahui, pemerintah menargetkan realisasi belanja negara mencapai Rp1.155,7 triliun hingga penghujung tahun ini.
"Dengan belanja negara itu diperkirakan akan menghidupkan roda ekonomi sehingga beberapa sektor akan kembali bagus dan membawa indikator ekonomi Indonesia. Semoga tahun ini bisa kembali ke 7.400," jelas dia dalam acara Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2023, pekan lalu.
Namun demikian, David tak memungkiri pergerakan IHSG akan sedikit tertekan seiring dengan melemahnya nilai mata uang rupiah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini pun disebut Thomas sebagai salah satu katalis negatif terbesar bagi IHSG. Kekhawatiran investor terhadap pasar modal Indonesia juga diperparah oleh keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) ke level 6%.
Sementara itu, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan pasar saham Indonesia saat ini tengah dihantui sejumlah risiko, baik dari sisi internal maupun eksternal. Dari eksternal, persoalan suku bunga hingga konflik geopolitik menjadi sentimen yang cukup memberatkan pasar.
Dari sisi internal, penyelenggaraan pemilu menjadi salah satu sentimen pemberat pasar saham di tengah kondisi makro ekonomi global mengalami tekanan. Pemilu juga menjadi faktor kuat bagi para pelaku pasar untuk wait and see.
Meski demikian, Alfred menilai kondisi tersebut dapat menjadi peluang bagi investor jangka panjang untuk mengail cuan dari pasar saham.
“Bagi investor jangka panjang, momen koreksi seperti ini bisa dijadikan momentum akumulasi karena sejauh ini outlook ke depan untuk 2024 – 2025 ekonomi menuju pemulihan. Dengan harapan perang [Israel-Palestina] tidak tereskalasi,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (27/10/2023).
Adapun Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan telah memangkas target rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) saham dari sebelumnya sebesar Rp14,75 triliun menjadi Rp10,75 triliun hingga akhir 2023.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, pertimbangan BEI dalam memangkas RNTH karena dipengaruhi sentimen domestik maupun global yang mempengaruhi pasar modal Indonesia. Adapun, BEI telah mengkaji penurunan RNTH ini sejak beberapa bulan lalu.
“Iya, itu revisi target RNTH itu sudah dilakukan beberapa bulan lalu, pertimbangannya yaitu kondisi pasar sekarang," ujar Jeffrey ditemui di Gedung BEI, Kamis, (26/10/2023).
Dia bilang, kenaikan suku bunga global dan domestik mengakibatkan kupon obligasi pemerintah naik, sehingga memengaruhi minat investor untuk masuk ke pasar saham. Menurutnya, investor lebih memilih berinvestasi di instrumen obligasi.