Bisnis.com, JAKARTA –– Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dinilai masih memiliki ruang untuk melanjutkan program subsidi BBM ataupun perlindungan sosial meski nilai tukar rupiah melemah hingga mendekati Rp16.000.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyampaikan bahwa biasanya saat harga energi naik, beban subsidi juga mengalami peningkatan, jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM.
“Itu kan di-absorb oleh APBN. Untungnya fiskal kita sampai Agustus itu masih surplus, jadi ruangnya masih ada untuk meningkatkan alokasi bujet untuk subsidi pangan, perlindungan sosial, dan absorb harga BBM,” katanya dalam forum dengan investor di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Meski demikian, Chatib mengatakan, opsi menaikkan alokasi subsidi juga akan berimplikasi negatif pada transaksi berjalan (current account) Indonesia.
“Kalau BBM tetap disubsidi [harga tidak naik], maka implikasinya pada current account. Karena harga BBM-nya murah, impornya terus naik, maka defisitnya akan naik, maka exchange rate-nya akan kena [rupiah melemah]. Jadi ini situasi yang sangat kompleks sebetulnya,” kata dia.
Di sisi lain, Chatib mengatakan yang lebih perlu dikhawatirkan dan diantisipasi adalah kenaikan harga beras dan dampaknya bagi masyarakat rentan.
Baca Juga
Menurutnya, pemerintah dalam mengantisipasi hal ini perlu meningkatkan alokasi anggaran untuk belanja perlindungan sosial, guna mendukung daya beli masyarakat rentan.
“Yang saya khawatir kenaikan harga beras, karena itu sangat sensitif secara politik, jadi mau tidak mau pemerintah harus memberikan subsidi atau perlindungan sosial dalam kaitannya dengan harga makanan,” kata dia.