Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan obligasi korporasi sepanjang 2023 relatif masih landai disebabkan beberapa faktor seperti tingginya suku bunga acuan hingga minimnya literasi dari investor.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, sepanjang 2023, emisi dari penerbitan surat utang korporasi tercatat Rp98,23 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan penerbitan pada periode Januari hingga September 2022 yang mencapai Rp131,94 triliun.
"Tren penurunan pada tahun 2023 dibandingkan dengan 2022 disebabkan oleh tingkat suku bunga yang tinggi sehingga korporasi cenderung menunda ekspansi pada tahun ini," ujar Josua kepada Bisnis, Rabu, (18/10/2023).
Adapun, Bank Indonesia (BI) saat ini masih menahan suku bunga acuan atau BI7DRR di level 5,75%. Sejumlah pelaku pasar memprediksi suku bunga BI masih akan ditahan di level tersebut pada RDG BI 19 Oktober 2023.
Sementara itu, Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed juga memproyeksikan kenaikan suku bunga satu kali lagi hingga akhir tahun. Namun saat ini, suku bunga The Fed masih ditahan di level 5,25%-5,5% pada FOMC September 2023.
Lebih lanjut Josua mengatakan, tren kenaikan yield obligasi pemerintah pada paruh kedua 2023 juga menjadi pertimbangan para pelaku usaha dalam penerbitan obligasi pada tahun ini. Mengacu data investing, yield SBN 10 tahun naik 2,14% ke level 6,95% pada Rabu, (18/10/2023).
Baca Juga
"Ke depannya, seiring dengan potensi penurunan yield dan suku bunga global, penerbitan obligasi korporasi diperkirakan meningkat, terutama dari pelaku usaha dari sektor-sektor yang ekspansi di tahun 2024," kata dia.
Namun, Josua mengatakan pertumbuhan jumlah obligasi yang beredar di pasar modal (outstanding) pada 3 tahun terakhir cenderung lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan kredit perbankan, seiring dengan pemulihan yang relatif lambat setelah pandemi.
Total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) berjumlah 535 emisi dari 127 emiten, dengan outstanding Rp452,74 triliun dan US$69,05 juta. Kendati demikian, nilai outstanding obligasi Rp452,74 triliun tersebut masih kurang dari 10% terhadap nilai penyaluran kredit bank sebesar Rp6.739,4 triliun per Agustus 2023.
"Ketidakpastian di pasar keuangan juga menjadi tantangan bagi pelaku usaha karena premium risiko cenderung mengalami peningkatan. Berbeda dengan pembiayaan perbankan yang mempunyai suku bunga cenderung lebih stabil, sehingga korporasi cenderung mempertimbangkan menarik pinjaman dari perbankan," jelas Josua.
Menurutnya, stabilitas dari pasar keuangan domestik diperlukan guna menekan borrowing cost dari para pelaku usaha relatif terhadap pembiayaan dari sektor perbankan. Oleh karena itu, pembiayaan korporasi berpotensi tumbuh lebih cepat ketika situasi pasar keuangan cenderung lebih stabil.
Senada, Presiden Direktur Kiwoom Sekuritas Indonesia Changkun Shin mengatakan tren penerbitan obligasi korporasi sepanjang 2023 cenderung turun hingga September, salah satunya disebabkan potensi kenaikan suku bunga The Fed. Namun menurutnya masih ada peluang kenaikan hingga akhir tahun.
"Dengan bertambahnya jumlah emiten baru, ada peluang pasar surat utang korporasi kembali bertumbuh. Tapi tetap ada peluang kenaikan hingga akhir 2023 seiring kebutuhan modal untuk tujuan ekspansi," kata Shin kepada Bisnis, Rabu, (18/10/2023).
Namun menurutnya, faktor lainnya yang menjadi penyebab perkembangan pasar obligasi korporasi lesu karena masih minimnya literasi terkait sumber pendanaan selain bank atau minimnya literasi terkait pasar modal.
Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan di sektor pasar modal pada 2022 sebesar 4,11% atau paling rendah, sedangkan tingkat literasi perbankan di angka 49,93% atau paling tinggi.
"Agar penerbitan surat utang korporasi semakin ramai, sosialisasinya harus semakin ditingkatkan untuk memperoleh manfaatnya atau literasi keuangannya harus dikejar," pungkas Shin.