Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Melemah ke Rp15.707, Konflik Israel-Hamas Bikin Mata Uang Asia Lesu

Rupiah dibuka melemah bersama mata uang Asia lainnya ke level Rp15.707 pada perdagangan hari ini, (16/10/2023) seiring konflik antara Israel-Hamas kian memanas.
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah ke level Rp15.707 pada perdagangan hari ini, Senin (16/10/2023). Adapun, sederet mata uang Asia lainnya juga terpantau lesu terhadap dolar AS seiring konflik antara Israel-Hamas yang kian memanas.

Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Senin, (16/10/2023) pukul 09.05 WIB, rupiah dibuka melemah 0,16% atau 25,5 poin ke level Rp15.707 per dolar AS, setelah ditutup naik pada perdagangan akhir pekan lalu. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau terkoreksi 0,09% ke posisi 106,55 pada pagi ini.

Mayoritas mata uang kawasan Asia terpantau melemah terhadap dolar AS, misalnya, dolar Singapura melemah 0,01%, dolar Taiwan turun 0,24% won Korea melemah 0,36%, dan peso Filipina terkoreksi 0,09%.

Selanjutnya, rupee India melemah 0,02%, yuan China turun 0,04%, ringgit Malaysia ambles 0,27%, dan baht Thailand turun 0,04%. Pada pagi ini, terpantau hanya yen Jepang dan dolar Hongkong yang masing-masing menguat 0,07% dan 0,04% terhadap dolar AS.

Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjendra mengatakan, nilai tukar rupiah masih akan dipengaruhi oleh isu suku bunga tinggi AS dan konflik Israel-Hamas. Selain itu data China dan Indonesia juga bisa mempengaruhi pergerakan rupiah.

"Perang Israel-Hamas masih menjadi kekhawatiran pelaku pasar, sehingga akan mencermati perkembangan apakah akan membesar dan melibatkan negara lain atau terkonsentrasi di dua pihak saja. Bila terekskalasi, kekhawatiran pelaku pasar akan meningkat dan dolar AS bisa menguat lagi," ujarnya kepada Bisnis, dikutip Senin, (16/10/2023).

Di lain sisi, dari data inflasi AS September 2023, indeks harga konsumen mencatat kenaikan sebesar 3,7% pada basis tahunan, laju yang sama seperti pada bulan Agustus, dan naik lebih besar dari perkiraan sebesar 0,4% month-to-month (mtm). Para ekonom memperkirakan angka sebesar 3,6% dan 0,3%.

Alhasil, para pelaku pasar memproyeksikan kemungkinan sebesar 38% dari kenaikan suku bunga pada Desember oleh Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed), menurut alat CME Fedwatch, dibandingkan dengan sekitar 28% kemungkinan yang tecermin sebelum rilis laporan tersebut.

Sebagaimana diketahui, suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) saat ini masih ditahan di level 5,25%-5,5% pada FOMC September 2023. Namun, The Fed masih memproyeksikan kenaikan suku bunga 25 bps sekali lagi ke level 5,75 hingga akhir tahun untuk menekan laju inflasi.

Ariston mengatakan, pada pekan ini ada beberapa data ekonomi AS akan menjadi perhatian pelaku pasar untuk mengonfirmasi soal isu suku bunga tinggi AS seperti data penjualan ritel, data perumahan, data aktivitas manufaktur di wilayah industri New York dan Philadelphia, dan data klaim tunjangan pengangguran.

Selain itu, dia bilang, data PDB China kuartal III/2023 dan produksi industri yang dirilis Rabu, (18/10/2023) juga dapat memengaruhi rupiah, sebab China adalah mitra dagang terbesar untuk Indonesia. Jika ekonomi China terganggu, maka mendorong pelemahan rupiah.

Lebih lanjut Ariston mengatakan, data neraca perdagangan Indonesia September 2023 juga dapat memengaruhi rupiah, bila neraca dagang tetap surplus meski nilai ekspor atau impor menurun, nilai tukar rupiah bisa terdukung.

"Potensi pelemahan rupiah masih terbuka untuk pekan depan. Rupiah masih bisa bergerak lagi di atas Rp15.700 hingga Rp15.750, tapi di sisi lain, perubahan sentimen terkait kenaikan suku bunga acuan The Fed, rupiah bisa menguat lagi ke arah support Rp15.600," pungkas Ariston.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper