Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang mengkaji bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait aturan buyback saham emiten yang terancam delisting.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan Bursa dan OJK sedang berada dalam pembicaraan mengenai penyesuaian aturan buyback saham emiten yang terancam delisting. Penyesuaian ini dilakukan sebagai salah satu upaya bursa melindungi investor.
“Kami di Bursa dan OJK sudah beberapa kali ketemu nanti, kita akan ada sebuah penyesuaian-penyesuaian itu,” jelasnya kepada wartawan, Rabu (11/10/2023).
Pernyataan Nyoman tersebut berkaitan dengan emiten yang dipaksa Bursa untuk delisting karena kondisi tertentu seperti suspensi lebih dari 24 bulan sementara emiten tidak memiliki dana untuk melakukan buyback.
Sebenarnya aturan yang ada mengharuskan emiten yang dipaksa delisting harus melakukan buyback, jika emiten tidak sanggup maka pemegang saham pengendali wajib melakukan buyback. Meski ada dua opsi pihak yang melakukan buyback, Nyoman menyebut masih ada beberapa emiten dan atau pemegang saham pengendali menjalankan kewajibannya.
Bursa melakukan beberapa tahap untuk mengatasi hal itu, Nyoman menjelaskan tahap pertama merupakan pemanggilan pihak yang bertanggungjawab. Jika pihak itu tidak memenuhi panggilan bursa dan tidak kooperatif, maka Bursa akan mengidentifikasi emiten itu seperti alamat, jajaran BOC dan BOD.
Baca Juga
Berdasarkan catatan Bisnis pada kurun waktu September terdapat 9 emiten terancam delisting yang diumumkan oleh bursa. Sembilan emiten tersebut di antaranya yaitu OCAP, UNIT, DUCK, NUSA, KRAH, KPAL, FORZ, MAMI, dan PURE.
Terdapat dua jenis delisting, pertama delisting sukarela (voluntary delisting) adalah delisting saham secara sukarela yang diajukan oleh emiten sendiri karena alasan tertentu. Biasanya delisting ini terjadi karena beberapa penyebab di antaranya emiten menghentikan operasi, bangkrut, terjadi merger, tidak memenuhi persyaratan otoritas bursa, atau ingin menjadi perusahaan tertutup.
Kemudian delisting paksa (force delisting) terjadi ketika perusahaan publik melanggar aturan dan gagal memenuhi standar keuangan minimum yang ditetapkan oleh otoritas Bursa. Delisting ini biasanya terjadi karena emiten tidak menyampaikan laporan keuangan, keberlangsungan bisnis perusahaan dipertanyakan, dan tidak ada penjelasan selama 24 bulan.
Namun beberapa emiten yang terancam delisting sudah melebihi batas 24 bulan dan tidak memberikan penjelasan terhadap investor maupun Bursa.