Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS) kompak ditutup melemah pada akhir perdagangan pekan ini, Jumat (15/9/2023).
Mengutip data Bloomberg pukul 15.13 WIB, mata uang rupiah ditutup melemah tipis 0,50 poin menuju Rp15.355 per dolar AS. Adapun mata uang Negara Paman Sam tersebut juga tergelincir 0,17 persen atau 0,18 poin ke level 105,22.
Nasib serupa juga dialami oleh sejumlah mata uang lain di kawasan Asia. Yen Jepang misalnya yang nilai tukarnya terhadap dolar AS turun sekitar 0,21 persen ke 147,78.
Selanjutnya adalah taiwan Dolar yang melemah 0,02 persen, won Korea yang melemah 0,04 persen, baht Thailand melemah 0,08 persen, dan peso Filipina yang melemah 0,10 persen.
Di sisi lain, beberapa mata uang justru berhasil menguat di tengah pelemahan indeks dolar AS, di antaranya adalah dolar Hong Kong yang menguat 0,03 persen, dolar Singapura menguat 0,11 persen, serta yen China yang menguat sekitar 0,14 persen.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa dolar AS melemah setelah Bank Sentral Eropa (ECB) menaikkan suku bunga simpanan sebesar 25 basis poin (bps) pada Kamis (15/9/2023).
Baca Juga
Namun demikian, ECB memberikan isyarat bahwa kenaikan suku bunga ini akan menjadi yang terakhir saat ini, setelah terus melawan tingkat inflasi yang tinggi selama lebih dari satu tahun lamanya.
Di sisi lain, pasar juga masih menunggu keputusan pejabat The Fed yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya pada kisaran 5,25 persen hingga 5,50 persen.
Bergeser ke Asia, Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) mengumumkan bahwa mereka akan melakukan pemotongan kedua sebesar 25 basis poin terhadap rasio persyaratan cadangan bank pada tahun ini.
Meski langkah tersebut bertujuan untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung pemulihan ekonomi dalam negeri yang lemah, hal ini diperkirakan dapat memperburuk penurunan nilai tukar yuan yang sudah terpuruk karena turunnya suku bunga domestik.
Dari dalam negeri, neraca perdagangan Indonesia berhasil mencatat surplus US$3,12 miliar pada Agustus 2023, dan menjadi capaian surplus neraca perdagangan selama 40 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Sebaliknya, neraca perdagangan komoditas migas defisit US$1,34 miliar dengan komoditas penyumbang defisit terbesar adalah minyak mentah.