Bisnis.com, JAKARTA — Emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) bakal mempertimbangkan rencana untuk menaikkan harga produk obat-obatan seiring dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah.
Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan bahwa pelemahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang tidak dapat dipungkiri akan berimbas pada kenaikan biaya impor bahan baku yang digunakan oleh emiten farmasi tersebut.
Jika terjadi kenaikan harga bahan baku yang cukup signifikan, maka perseroan tentu akan mengkaji rencana untuk menaikkan harga jual produk. Adapun, Vidjongtius mengatakan bahwa pihaknya masih menggunakan sekitar 90 persen bahan baku impor dalam pembuatan berbagai jenis produk.
"Pelemahan rupiah tentu akan menaikkan biaya impor bahan baku sehingga perusahaan memang perlu melakukan berbagai inisiatif perbaikan dan perubahan," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (12/9/2023).
Namun demikian, rencana untuk menaikkan harga produk KLBF tampaknya akan menjadi siasat terakhir perseroan dalam menghadapi kenaikan harga bahan baku obat.
Vidjongtius mengatakan, pihaknya tentu akan terlebih dahulu berupaya untuk mengoptimalkan kombinasi strategi product mix dalam pembuatan produk-produk KLBF. Selain itu, perseroan juga akan mengkaji rencana untuk meluncurkan berbagai inovasi produk baru, yang diproduksi dengan menggunakan bahan baku lokal.
Baca Juga
"Dalam jangka panjang, bahkan perseroan perlu untuk menggantikan bahan baku impor dengan sumber bahan baku lokal dan mendiversifikasi suppliernya," sambung Presdir Kalbe Farma itu.
Sebagaimana diketahui, nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Hari ini, rupiah dibuka melemah 11,50 poin atau 0,08 persen menuju level Rp15.341 per dolar AS.
Kondisi ini pun diperkirakan akan berdampak buruk pada sejumlah emiten di Indonesia, salah satunya adalah emiten farmasi.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa sektor farmasi akan menjadi pihaknya dirugikan ketika rupiah melemah melawan dolar AS karena besarnya penggunaan bahan baku impor dalam pembuatan produk farmasi di tanah air.
Hal ini pun dikhawatirkan dapat memengaruhi capaian laba bersih emiten farmasi pada semester II/2023.
"Ketika rupiah terdepresiasi tentu ini akan memengaruhi laba bersih atau net profit margin (NPM) yang akan dihasilkan oleh perusahaan. Tentu akan lebih berpengaruh buruk pada perusahaan yang mencatat net loss atau rugi bersih," ujarnya ke Bisnis, Senin (11/9/2023).
Adapun, Nafan menilai bahwa emiten farmasi tanah air perlu melakukan langkah efisiensi yaitu dengan mengurangi porsi penggunaan bahan baku impor dalam pembuatan produk obat. Menurutnya, di tengah pelemahan yang terjadi, emiten harus memaksimalkan penggunaan bahan baku domestik.
"Jadi memang emiten farmasi harus melakukan mitigasi risiko dengan memenuhi hulu ke hilir dengan bahan baku domestik, hal ini bisa mengurangi dampak pelemahan rupiah terhadap masing-masing perusahaan. Selain itu, bisa juga melakukan penguatan obat generik," pungkas Nafan.