Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah meningkatnya dorongan implementasi bisnis yang berorientasi pada aspek environment, social, and governance (ESG), anak usaha PT United Tractors Tbk. (UNTR), PT Pamapersada Nusantara (PAMA) tengah membidik puluhan ribu hektare lahan di Kabupaten Waropen, Provinsi Papua untuk mendukung upaya carbon offset Grup UNTR.
Sebagaimana diketahui, atauran mengenai carbon offset tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Melalui aturan tersebut, baik individu ataupun perusahaan dimungkinkan untuk turut serta dalam proyek pemeliharan lingkungan di seluruh dunia.
Skema carbon offset hadir antara lain bertujuan untuk menyeimbangkan jejak karbon. Secara sederhana, carbon offset adalah upaya mengurangi karbon di satu tempat untuk mengimbangi emisi karbon di satu tempat yang lain.
External Relation Depaptement Head Pamapersada Nusantara Gunawan Setiadi menjelaskan, sebagai upaya mengimbangi emisi tersebut, PAMA telah mendirikan entitas usaha PT Wana Rimba Nusantra (WNR), yang berfokus pada pengelolaan wilayah hijau dan pelestarian hutan. Di mana nantinya, serapan karbon dari wilayah hijau tersebut akan mendukung upaya carbon offset Grup UNTR.
"Jadi konsepnya kita akan melakukan konservasi terhadap hutan, sehingga baik tanaman maupun hewan-hewan disana akan terpelihara, sehingga karbonnya bisa kita save dan pada akhirnya bisa mengkonpensasi emisi yang kita hasilkan," kata Gunawan kepada Bisnis, dikutip Sabtu (9/9/2023).
Baca Juga
Meski tidak menyebutkan angka secara pasti, Gunawan memperkirakan kebutuhan lahan yang diperlukan Grup UNTR tersebut mencapai ratusan ribu hektare. Hal ini lantaran entitas Grup Astra tersebut banyak menghasilkan emisi dari aktivitas operasinya yang bergerak dalam bidang kontraktor tambang dan penambangan batu bara.
Meski begitu, sebagai tahap awal, PAMA melalui WNR baru mengajukan proses akuisisi lahan seluas 99 ribu hektar yang berlokasi di Kabupaten Waropen, Provinsi Papua.
CSR Departement Head Pamapersada Maidi Irvan menyebut, hal itu sesuai dengan ketentuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyebut jika maksimal izin untuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Jasa Lingkungan adalah seluas 100 ribu hektare.
"Karena maksimal yang di izinkan oleh KLHK seluas 100 ribu hektare, maka kita ajukan dulu seluas 99.000 hektare," kata Maidi kepada Bisnis, dikutip Sabtu (9/9/2023).
Maidi menyebut, hingga kini proses perizinan masih dalam proses, dan kementerian KLHK masih belum memberikan approval. Jika sudah resmi mendapatkan izin, maka PNR bisa mengelola hutan tersebut hingga 30 tahun ke depan dan memiliki opsi untuk diperpanjang.
Menurut Maidi, meski nantinya PNR telah mendapatkan izin dari KLHK, proses untuk sampai pada pelaksanaan carbon offset masihlah panjang. Pertama-tama, si pemegang izin Jasa Lingkungan itu harus terlebih dahulu melakukan perawatan terhadap hutan, menjaga biodiversity dan juga melakukan program CSR (Corporate Social Responsibility) di wilayah sekitar hutan konservasi tersebut.
"Setelah indikator-indikator itu dapat dipenuhi, baru bisa dikeluarkan sertifikat karbon. Untuk kemudian baru bisa dikonversikan menjadi carbon offset perusahaan," kata Maidi.
Kendati begitu, Maidi masih menunggu aturan yang jelas dari pemerintah mengenai skema carbon offset tersebut. Karena hingga saat ini aturan tersebut masih dalam proses kajian oleh kementerian terkait dan belum secara resmi diberlakukan.
"Semua perusahan di Indonesia masih meraba-raba, cuma aturan itu pasti akan ada. Ke depan kan bisa kita manfaatkan untuk kewajiban [konversi emisi] PAMA dan Group UNTR. Sebagai antisipasi bilamana aturan itu mulai diberlakukan, kita sepenuhnya sudah siap," ujar Maidi.
Sebagai bukti keseriusan PAMA dalam menyongsong pemberlakuan aturan karbon tersebut, perseroan saat ini sedang melakukan proses perekrutan karyawan untuk mengisi berbagai macam posisi di PT Wana Rimba Nusantra. PAMA juga telah meyiapkan anggaran untuk penyediaan infratsruktur awal, seperti teknologi penujang hingga mess untuk karyawan.
Mengenai PT Wana Rimba Nusantra sendiri, Maidi enggan merincikannya. Yang jelas, menurutnya perusahan tersebut merupakan perusahan patungan antara PAMA dengan PT Kalimantan Prima Persada (KPP). Dimana mayoritas kepemilikan dipegang oleh PAMA.
"Ke depan mungkin bisa saja bisa di bawah UT [United Tractors] atau lansung di bawah Astra, kita belum bisa pastikan," ujar Maidi.
Peluang Cuan dari Perdagangan Karbon
Gunawan menyebut, saat ini bayak perusahaan-perusahaan baik dari dalam maupun luar negeri yang mulai kepincut untuk melakukan konservasi terhadap hutan-hutan yang ada di Indonesia. Hal ini lantaran adanya peluang cuan dari penjualan karbon yang dihasilkan hutan tersebut.
"Semua perusahaan bahkan dari luar negeri sudah mulai mem plot-plot [lahan], dan bohir-bohirnya sudah ada. Indonesia memang menjadi satu negara yang di incar. Karena kalau bicara dari segi bisnis, karbon itu bisa dijual," kata Gunawan.
Meski begitu, menurut Gunawan, perseroan hingga saat ini masih belum terpikir untuk melakukan bisnis carbon trading. Hal ini karena perseroan masih memerlukan karbon untuk menkonpensasi emisi yang dihasilkan oleh Astra Group.
Senada, Maidi juga mengatan jika saat ini perseroan masih berfokus pada carbon offset dan belum memikirkan perdagangan karbon.
"Sekarang kan saya cari [lahan] untuk keperluan carbon offset saja. Cuma ke depan kalau berpikir untuk bisnis carbon trading, ya mungkin harus tambah [luas lahannya]," pungkas Maidi.