Bisnis.com, JAKARTA – Saham Apple Inc. di Bursa Efek New York, Amerika Serikat mengalami aksi jual yang membuat kapitalisasi pasarnya berkurang US$200 miliar atau setara Rp3.068 triliun hanya dalam waktu dua hari. Hal ini tejadi setelah pemerintah China membatasi penggunaan iPhone oleh pejabat setempat untuk bekerja, ditambah lagi sentimen Huawei yang meluncurkan ponsel pintar terbaru Mate 60 Pro.
Pada penutupan perdagangan Kamis (7/9/2023), saham Apple turun 2,92 persen atau 5,35 poin ke posisi US$177,56. Saham Apple merupakan salah satu komponen terbesar dalam indeks saham utama AS, sehingga pelemahan saham dengan kode AAPL itu ikut menyeret Nasdaq ke zona merah.
China sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini mengalami kemerosotan di tengah krisis yang berkepanjangan di pasar real estate. Hal tersebut turut mengancam permintaan di segala lini, mulai dari komoditas hingga barang elektronik konsumen. Produsen iPhone menganggap Tiongkok sebagai pasar luar negeri terbesar dan basis produksi global.
Mengutip Bloomberg, Jumat (8/9/2023), Apple pun berupaya mengantisipasi krisis di China, sebelum peluncuran produk terbarunya iPhone 15. Peluncuran produk tersebut akan disiarkan secara global dari kantor pusat perusahaan pada Selasa, 12 September 2023.
Adapun potensi ancaman terbesar bagi Apple ketika peluncuran iPhone 15 kemungkinan adalah kebangkitan nasionalisme Tiongkok yang mendorong konsumen untuk menghindari iPhone dan perangkat merek asing lainnya. Ini adalah sesuatu yang pernah dihadapi perusahaan sebelumnya.
Hampir lima tahun yang lalu, Apple gagal memenuhi perkiraan penjualan musim liburan untuk iPhone XS dan XR yang baru dirilis karena lemahnya penjualan di China.
Baca Juga
Secara terbuka, Apple menyalahkan perang dagang AS-Tiongkok dan ekonomi lokal. Namun dalam email internal kepada dewan direksi perusahaan, Chief Executive Officer Apple Inc. Tim Cook juga menyebutkan nasionalisme Tiongkok dan meningkatnya persaingan dari pesaing lokal menjadi hambatan penjualan.
Pada saat itu, pemerintahan Donald Trump memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam, dan meningkatnya ketegangan AS-Tiongkok membuat hidup lebih sulit bagi perusahaan-perusahaan yang sangat bergantung pada China. Pendapatan Apple di China turun pada tahun fiskal 2019 dan 2020, sebelum kembali pulih pada tahun 2021. Perusahaan ini menghasilkan sekitar seperlima penjualannya dari China, yang juga merupakan jantung rantai pasokan Apple.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah Apple akan mengalami terulangnya kejadian tahun 2019. Meningkatnya larangan pemerintah merupakan pertanda buruk. Pekerja di instansi dan perusahaan milik negara di China semakin dilarang menggunakan iPhone di kantor.
Juru bicara Apple yang berbasis di Cupertino, California menolak berkomentar.
Anggota parlemen AS juga memperbarui pengawasan terhadap pemasok Huawei, dan beberapa di antaranya menyerukan penghentian semua ekspor AS ke perusahaan teknologi China yang kontroversial tersebut.
Menurut Anggota Parlemen AS, kecaman terbaru kini berfokus pada pembuat chip terkemuka Tiongkok, Semiconductor Manufacturing International Corp., yang tampaknya telah melanggar sanksi Amerika dengan memasok komponen canggih untuk ponsel baru Huawei. Legislator juga telah mengusulkan pelarangan TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance Ltd Tiongkok.
Dengan latar belakang tersebut, sentimen anti-Apple telah menyebar di media sosial China. Bahkan ada spekulasi bahwa China Mobile Ltd., operator nirkabel di negara tersebut, tidak akan menyediakan iPhone 15, sesuatu yang dibantah oleh perusahaan milik negara tersebut.
Sebuah video yang dipublikasikan secara online pada Rabu menunjukkan lalu lintas pejalan kaki yang padat di sebuah toko Apple di Guangzhou, namun komentar di postingan tersebut dengan cepat dipenuhi dengan retorika anti-Apple.
“Selama pencari kerja menggunakan ponsel Apple, saya tidak akan mempekerjakan mereka,” kata salah satu dari mereka.
Pengguna lain menulis bahwa mereka “tidak akan pernah membeli ponsel Apple” dan “bangga membeli Huawei.”
Netizen lain menambahkan, “Mengapa kita tidak bisa melarang penjualan Apple sementara orang Amerika melarang Huawei?”
Tahun lalu, Beijing memerintahkan lembaga pemerintah dan perusahaan milik negaranya untuk mengganti komputer asing dengan komputer alternatif dalam negeri pada 2024. Sejauh ini, langkah tersebut tidak menimbulkan banyak penderitaan bagi Apple, yang bisnis Mac-nya tumbuh sebesar 17 persen pada kuartal kedua 2023 di China, menurut data Canalys.