Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan tambang kembali jadi sasaran serangan siber. Kali ini giliran Freeport-McMoran, salah satu pemegang saham produsen tembaga dan emas terbesar di Indonesia yang kena serang.
Pihak Freeport-McMoran, lewat keterangan tertulis Jumat (11/8/2023) lalu, membenarkan bahwa mereka sempat mengalami serangan siber.
Mereka mengklaim bahwa dampak serangan terhadap sistem informasi dan operasional perusahaan masih relatif minim. Namun, bila terus berulang, perusahaan tidak menutup kemungkinan bahwa situasi semacam ini bisa berdampak lebih besar.
Karenanya, Freeport-McMoran tengah berdiskusi dengan pakar teknologi pihak ketiga dan penegak hukum untuk menentukan sikap selanjutnya.
“Solusi transisi sedang direncanakan dan diterapkan untuk mengamankan informasi secepat mungkin,” tulis manajemen.
FreeportMc-Moran (FCX) sendiri merupakan salah satu pemegang saham PT Freeport Indonesia (PTFI), produsen tembaga dan emas terbesar di Indonesia. Saat ini, FCX tercatat memiliki 48,8 persen saham PTFI. Sisa 51,23 persen saham PTFI lainnya dimiliki Pemerintah Indonesia lewat Inalum.
Sebagai konteks, ini bukan kali pertama perusahaan atau pihak yang terafiliasi dengan bisnis tambang di dalam negeri mengalami peretasan.
Pada Juli 2022 lalu misalnya, kelompok hacker atau peretas yang menamakan diri Anonymous menyatakan telah meretas lebih dari 600.000 surat elektronik Grup Jhonlin. Tak lama setelah kejadian itu, file berukuran ratusan gigabyte (GB) yang diduga hasil retasan dimaksud, beredar di internet.
Grup Jhonlin dimiliki oleh konglomerat Andi Arsyad, atau lebih banyak dikenal dengan nama Haji Isam. Grup ini merupakan induk dari berbagai unit bisnis seperti pertambangan, layanan pelabuhan, transportasi udara, pengangkutan dan pembongkaran, agrobisnis, layanan keamanan, infrastruktur, dan manufaktur.
Kemudian teranyar pada paruh pertama tahun ini, giliran Grup Harita yang jadi sasaran kelompok peretas yang menamakan diri “Somos malas… Podemos ser peores.” Kelompok ini mengklaim berhasil meretas email Grup Harita terkait transaksi kesepakatan pertambangan nikel, bauksit, batu bara, smelter feronikel, hingga kebun kelapa sawit. Tak lama setelah klaim ini muncul, file berukuran 510 GB terkait hasil retasan tersebut juga beredar di internet.
Grup Harita adalah konglomerat bisnis Indonesia yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga Lim. Perusahaan ini bergerak di sektor sumber daya alam (SDA) dengan wilayah operasi di seluruh Indonesia. Harita saat ini mengoperasikan bisnis pertambangan nikel, bauksit, dan perkebunan kelapa sawit (lewat Bumitama Agri di Singapura), perkapalan, perkayuan, dan bisnis batu bara.
Perusahaan tersebut juga merupakan mitra Glencore International, perusahaan perdagangan komoditas terdiversifikasi paling besar di dunia yang bermarkas di Swiss.