Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah terus berupaya meningkatkan penjualan motor listrik melalui subsidi di tengah masih minimnya animo masyarakat, sementara grup Pertamina bakal melepas sebagian kepemilikan saham 3 anak usahanya ke publik.
Masih rendahnya animo masyarakat untuk menggunakan sepeda motor listrik meskipun beragam insentif kendaraan listrik (electric vehicle/EV) telah diluncurkan, tidak membuat pemerintah patah semangat.
Pemerintah bahkan kian serius mengembangkan ekosistem sepeda motor listrik di dalam negeri, termasuk untuk motor listrik hasil konversi. Tak tanggung-tanggung, pemerintah bakal mengevaluasi kembali kebijakan yang sudah ditelurkan, terutama menyangkut insentif pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) roda dua yang belakangan sepi peminat.
Sementara itu, Pertamina melanjutkan parade penawaran umum perdana (IPO) dari grup BUMN. Pasca IPO PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO), setidaknya ada tiga grupnya yang tengah bersiap melantai di Bursa. Selain kedua berita tersebut, berikut ini berita analisis dan mendalam pilihan lain dari redaksi Bisnisindonesia.id:
1. Memoles Subsidi Rp7 Juta Demi Asa Ekosistem Motor Listrik
Sebagai gambaran, kuota subsidi motor listrik masih tersedia 198.940 unit hingga Rabu (12/7/2023). Artinya, minat pembelian motor listrik bersubsidi baru mencapai 1.060 unit dari total kuota sebesar 200.000 unit.
Baca Juga
Di sisi lain, pemerintah telah menjanjikan insentif pembelian KBLBB sebesar Rp7 juta per unit untuk 200.000 unit sepeda motor listrik baru dan Rp7 juta per unit untuk konversi 50.000 unit sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil menjadi kendaraan listrik sejak akhir Maret 2023.
“Yang jelas daya serapnya [motor listrik] masih sangat rendah, perlu dilihat lebih detail lagi,” kata Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko saat ditemui di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Untuk itu, imbuhnya, pemerintah akan mengevaluasi kembali syarat dan skema penyaluran subsidi pembelian KBLBB tersebut. Dia mensinyalir, rendahnya minat masyarakat untuk menanggapi bantuan pembelian KBLBB roda dua disebabkan karena syarat yang terbilang ketat.
2. Optimisme Inflasi Jokowi Diadang Harga Pangan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa nilai inflasi nasional saat ini juga mengalami penurunan dari angka 4 persen ke angka 3,5 persen.
Dia berharap agar inflasi Indonesia terus melanjutkan tren penurunan positif pada kuartal IV/2023. Apalagi, inflasi pada Juni 2023 tercatat 3,5 persen (year on year/yoy), menurun dari Mei yang sebesar 4,0 persen (yoy).
Hal ini disampaikannya usai meninjau langsung harga sejumlah komoditas pangan di Pasar Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, Selasa (11/7/2023)."Kita harapkan nanti pada September-Oktober sudah di bawah 3 [persen], kita harapkan," ujarnya dikutip melalui Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (11/7/2023).
Sementara itu, Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (BI) mengindikasikan tekanan inflasi akan meningkat pada November 2023.
Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) November 2023 tercatat sebesar 123,0, lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 121,6.
“Tekanan harga tersebut tetap terjaga, didukung oleh ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi barang,” tulis BI dalam laporannya, Rabu (12/7/2023).
3. Adu Siasat Emiten di Tengah Terpaan Isu RUU Kesehatan
Sejumlah emiten sektor kesehatan digadang-gadang mendapat angin segar dengan adanya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Seperti diketahui, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) menjadi undang-undang pada rapat paripurna.
Sejumlah emiten sektor kesehatan itu diantaranya PT Medialoka Hermina Tbk. (HEAL), PT Siloam International Hospital Tbk. (SILO), PT Mitra Keluarga Karya Tbk. (MIKA), PT Sarana Mediatama Metropolitan Tbk. (SAME), PT Kedoya Adyaraya Tbk. (RSGK).
Meski begitu, secara year-to-date IDX Healtcare masih mengalami koreksi tipis sebesar 2,73 persen. Pada akhir perdagangan Rabu (12/7/2023), saham SILO terkoreksi hingga 4,50 persen, HEAL terkontraksi 0,34 persen. Sementara MIKA mengalami peningkatan harga saham hingga 3,77 persen.
Mengingat, emiten sektor kesehatan cukup dutantang dengan adanya fase normalisasi menuju endemi Covid-19. Setidaknya 9 dari 16 emiten sektor kesehatan mengalami penurunan pendapatan pada tahun lalu. Dalam hal ini misalnya, yang mengalami kontraksi paling dalam adalah PT Indofarma Tbk. (INAF) yang penjualannya anjlok 60,58 persen year-on-year (YoY) dari Rp2,9 triliun pada 2021 menjadi Rp1,14 triliun pada 2022.
4. Proyeksi Pembiayaan Moderat, Multifinance Lebih Selektif
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi piutang pembiayaan multifinance pada paruh kedua 2023 bakal melambat. Perusahaan pembiayaan harus waspada terhadap perubahan profil risiko nasabah.
Hingga Mei 2023, pos pendapatan operasional multifinance mayoritas tumbuh. Perinciannya, pos pembiayaan modal kerja mengalami pertumbuhan tertinggi, yakni mencapai 57,24 persen year-on-year YoY menjadi Rp3,63 triliun dari sebelumnya Rp2,3 triliun.
Pos pembiayaan investasi naik 13,08 persen YoY dari Rp8,83 triliun menjadi Rp9,98 triliun. Kemudian, pos pembiayaan multiguna naik 9,49 persen YoY dari Rp20,84 triliun menjadi Rp22,82 triliun.Sementara itu, pos pembiayaan berdasarkan prinsip syariah juga naik 33,43 persen YoY dari Rp1,77 triliun menjadi Rp2,36 triliun pada Mei 2023.
Di sisi lain, total beban yang ditanggung multifinance juga mendaki 16,64 persen YoY dari Rp32,45 triliun menjadi Rp37,85 triliun. Beban operasional pada industri ini naik 17,24 persen YoY menjadi Rp37,58 triliun dari semula Rp32,06 triliun. Alhasil, laba bersih setelah pajak industri perusahaan pembiayaan senilai Rp8,55 triliun, meningkat 21,42 persen YoY.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, pertumbuhan piutang pembiayaan industri multifinance pada semester II akan melambat atau tidak setinggi semester I/2023.
Grup Pertamina agaknya bakal membuka parade penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dari kalangan BUMN. Setidaknya, tiga anak usahanya bersiap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam waktu kurang dari tiga tahun ke depan.
Calon emiten dari produsen minyak terbesar dengan merek lokal ini bakal dimulai oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) yang targetnya dapat dilaksanakan pada tahun ini. Selanjutnya, dua anak usaha Pertamina lainnya, yakni PT Pertamina International Shipping dan PT Pertamedika Indonesisa Healthcare Corporation (IHC) yang sudah menjadi holding rumah sakit BUMN masuk dalam antrean.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mengatakan, untuk pelaksanaan IPO PT Pertamina Hulu Energi, Kementerian BUMN masih perlu melihat perkembangan pasar termasuk minat investor di pasar ekuitas dalam 2 pekan ke depan.
Namun, dia memastikan dokumen registrasi pertama dan kedua sudah diserahkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan menunggu untuk registrasi selanjutnya.
"Kita berharap, kalau memang ada timing-nya, kita akan lihat 1-2 bulan ini. Tapi ini tergantung pada keadaan pasar ekuitas seperti apa. Kalau misalnya kurang, maka kita akan tunda dilihat tahun depan," kata Pahala kepada wartawan, Senin (3/7/2023).
Dalam hal ini, pihaknya juga mengaku masih perlu berdiskusi dengan OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengenai potensi pelepasan saham PHE ke publik di bawah 7,5 persen. Pasalnya, kapitalisasi pasar dari anak usaha Pertamina itu cukup besar dengan estimasi US$17-20 miliar.