Bisnis.com, JAKARTA — PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) menjadi satu-satunya emiten di bawah portofolio Hary Tanoesoedibjo yang membagikan dividen pada tahun ini. Beberapa analis memandang saham MNCN masih menarik untuk dikoleksi seiring dengan adanya sentimen Pemilu 2024 dan hak siar timnas sepakbola.
Berdasarkan data yang dikoleksi oleh Bisnis, MNCN hanya absen membagikan dividen pada tahun lalu saja. Kala itu Manajemen MNCN menetapkan bahwa laba bersih digunakan untuk melakukan pendanaan yang dibutuhkan dalam rencana korporasi. Hal ini termasuk melakukan kerjasama strategis dengan perusahaan media dan/atau entertainment lainnya.
Tahun ini, MNCN akan kembali membagikan dividen senilai Rp5 per saham atau sebesar Rp75,24 miliar. Padahal MNCN menderita penurunan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk 14,22 persen dari Rp2,39 triliun menjadi Rp2,05 triliun sepanjang 2022.
Namun emiten Hary Tanoesoedibjo itu tetap menebar 3,65 persen dari laba bersih Rp2,05 triliun sebagai dividen. Bila mengacu pada harga saham per Selasa (27/6/2023) di level Rp650, maka dividend yield MNCN mencapai 0,76 persen.
Sementara itu, emiten lain milik Hary Tanoesoedibjo dengan kode BMTR, BABP, dan BCAP absen membagikan dividen. Dengan begitu, Lo Kheng Hong yang menjadi pemegang 6,53 persen saham BMTR pun musti puasa dari kucuran dividen saham pilihannya itu.
RUPTS BMTR memutuskan untuk menggunakan Rp1 miliar dari laba bersih 2022 sebagai dana cadangan, sedangkan sisanya digunakan sebagai saldo laba ditahan.
Baca Juga
Saldo laba ditahan tersebut rencananya akan digunakan untuk memperkuat permodalan dan pengembangan usaha pada industri media dan hiburan khususnya dalam bidang digital.
“Tidak ada pembagian dividen Perseroan untuk Tahun Buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2022,” demikian bunyi putusan RUPST BMTR dikutip, Selasa (20/6/2023).
BMTR mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp1,17 triliun sepanjang 2022. Laba tersebut menurun 17,98 persen dari Rp1,38 triliun pada 2021.
Adapun BMTR tercatat membagikan dividen terakhir kali pada 2018 dengan nominal Rp5 per saham. Setelahnya, emiten tersebut kerap menahan laba untuk modal pengembangan usaha.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan secara historis dividen yang ditebar oleh MNCN mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari dividen MNCN sebesar Rp120,39 miliar atau setara 6,43 persen dari laba Rp1,87 triliun tahun buku 2020.
Dia pun menilai dividen MNCN yang hanya Rp5 per saham tersebut jauh dibawah beberapa emiten berkapitalisasi pasar besar atau big caps lainnya. Lantas dia menyebut daya tarik dividen MNCN terbatas.
“Dividen dari MNCN yang hanya Rp 5 per saham itu jauh dibawah beberapa emiten big caps yang lain yang sudah telah membagi dividen selama tahun ini. Jadi, menurut saya daya tarik dividen tersebut terbatas,” ujar Arjun kepada Bisnis, Minggu (2/7/2023).
Akan tetapi, dia menyebut adanya dividen dari MNCN dapat menopang kenaikan harga saham jelang pembayaran dividen. Sementara setelah cum date, saham MNCN diperkirakan bakal mengalami penurunan.
“Trend tersebut terlihat di beberapa saham yang telah membayar dividen atau rencanakan membayar dividen dan cum date-nya sudah lewat,” tuturnya.
Sementara dari sisi kinerja, MNCN diperkirakan masih mengalami tekanan dari kebijakan analog switch off (ASO). Namun, adanya musim kampanye jelang Pemilu 2024 menjadi sentimen positif untuk menunjang kinerja MNCN seiring naiknya potensi permintaan iklan.
Dia pun memberikan rekomendasi buy untuk saham MNCN dengan target harga Rp700.
Secara terpisah, Analis Kanaka Hita Solvera Raditya Pradana mengatakan langkah MNCN untuk menebar dividen cukup menarik pasca absen pada tahun buku 2021. Dia pun menilai kinerja MNCN cukup solid dalam empat tahun terakhir meski terjadi pandemi Covid-19.
Dia mengatakan daya tarik MNCN baik dari saham maupun dividen bergantung pada profil risiko masing-masing pelaku pasar. Jika pelaku pasar memiliki profil risiko investor, maka akan selalu mengacu pada data fundamental termasuk dividen.
“Sebaliknya apabila seseorang memiliki profil risiko trader, maka akan cenderung memakai data historis perdagangan, volume, dan semacamnya,” ujar Raditya kepada Bisnis, Minggu (2/7/2023).
Lebih lanjut, dia menyebut kinerja pendapatan maupun laba MNCN diperkirakan mengalami penguatan khususnya memasuki paruh kedua 2023. Faktor yang akan mendorong kinerja MNCN adalah momentum musim kampanye Pemilu 2024 dan hak siar timnas sepakbola.
Raditya memberikan rekomendasi buy on weakness (BoW) dengan target Rp850 untuk saham MNCN.
____
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.