Bisnis.com, JAKARTA — PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) menyatakan bahwa beban keuangan perusahaan terpengaruh oleh berbagai proyek jangka panjang, mencakup proyek strategis nasional milik pemerintah. Perseroan pun memutar otak untuk mengelola keuangannya agar arus kas terus aman.
Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya menjelaskan bahwa saat ini WIKA mengerjakan 25 proyek strategis nasional (PSN), dengan 19 di antaranya proyek milik pemerintah. Dia menyebut bahwa proyek-proyek itu akan memberikan manfaat finansial bagi WIKA pada masa mendatang.
Menurutnya, proyek yang bersifat investasi jangka panjang memerlukan waktu lama untuk bisa memberikan imbal hasil, yang besarannya pun masih dalam kajian terkait sejumlah parameter dan kondisi. Satu hal yang pasti, proyek-proyek jangka panjang itu turut membebani keuangan WIKA.
“Beberapa proyek yang bersifat investasi jangka panjang memang membutuhkan pendanaan yang bersumber dari pinjaman, di mana hal ini cukup memberikan dampak terhadap keuangan perusahaan sampai dengan proyek tersebut mampu memberikan imbal hasil,” ujar Mahendra kepada Bisnis, Jumat (19/5/2023).
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2023, WIKA mencatatkan liabilitas Rp55,76 triliun. Jumlahnya terdiri dari liabilitas jangka pendek Rp34,07 triliun, dan liabilitas jangka panjang Rp21,69 triliun.
WIKA berupaya memperkuat kondisi keuangannya dengan sejumlah strategi. Dari sisi portofolio proyek, perseroan mengambil langkah refocusing bisnis dengan memperbanyak proyek-proyek yang mayoritas pemiliknya adalah pemerintah, karena pola pembayarannya secara bulananan dan dengan uang muka.
Baca Juga
Hingga Maret 2023, lebih dari 77 persen segmen proyek yang berada pada order book WIKA merupakan proyek-proyek infrastruktur dan gedung, dengan pemerintah sebagai pemiliknya. Porsi itu meningkat dari posisi 2019, yakni proyek pemerintah hanya 19 persen.
Mahendra menilai bahwa model pembayaran itu dapat membuat arus kas WIKA lebih terkelola dengan baik, juga dapat mendorong surplus arus kas dari proyek-proyeknya. Dia menilai bahwa kondisinya akan lebih baik jika pemerintah memberikan suntikan modal tambahan.
“Apabila ada suntikan negara tentunya akan sangat meningkatkan kapasitas perseroan ke depan dalam menyelesaikan proyek-proyek yang sedang dikerjakan, sehingga dapat memberikan manfaat lebih bagi negara sesuai dengan salah satu fungsi perseroan yaitu agen pembangunan,” kata Mahendra.
Selain dari pinjaman perbankan, WIKA juga menerbitkan surat berharga seperti obligasi dan sukuk untuk pemenuhan pendanaan. Penerbitan surat utang membuat perseroan memiliki kepastian dalam memperhitungkan tenggang waktu jatuh tempo dan besaran beban pendanaan.
Selain dari perbaikan portofolio proyek, Mahendra juga menyebut bahwa WIKA mendorong optimalisasi teknologi digital dalam proses produksi dan engineering, seperti BIM dan Platform ERP Digital sehingga proses produksi lebih efisien. Langkah itu juga membuat efisiensi biaya lebih baik karena adanya pengendalian biaya dan arus kas.
Mahendra menyebut bahwa dari 2019 sampai 2022, pihaknya berhasil melakukan efisiensi biaya usaha hingga 22 persen. Hal itu menurutnya akan mendorong profitabilitas yang lebih baik bagi WIKA.
*Wawancara dengan Mahendra merupakan bagian dari laporan khusus bertajuk Mundur Kena, Maju Kena BUMN Karya yang terbit di harian Bisnis Indonesia edisi Senin (22/5/2023). Baca laporan selengkapnya di epaper.bisnis.com.