Bisnis.com, JAKARTA - Aksi borong saham yang dilakukan oleh investor asing tercatat mengalami peningkatan pada saat Indonesia dilanda krisis moneter pada 1998 silam.
Krisis moneter tersebut sekaligus menjadi penanda awal mula tumbangnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, dan digantikan lahirnya era Reformasi.
Nilai tukar rupiah anjlok terhadap dolar Amerika Serikat yang berfluktuasi di rentang Rp12.000-Rp18.000 dari awalnya Rp2.200 pada awal tahun. Alhasil, masyarakat yang bereaksi dengan menukarkan rupiah dengan dolar AS semakin memperburuk situasi, sehingga inflasi rupiah dan harga bahan pokok melambung.
Kendati demikian, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa kepemilikan saham oleh investor asing dan kapitalisasi pasar (market cap) di pasar modal Indonesia justru meningkat pada periode 1997 hingga tahun 2000.
Pada 1997, kepemilikan asing tercatat sebanyak 73,81 miliar lembar saham. Sedangkan kapitalisasinya tercatat sebesar Rp39,32 triliun.
Setahun berselang, tepatnya pada 1998, kepemilikan asing tercatat naik 14,49 persen secara year-on-year (yoy) menjadi 84,5 miliar saham. Kapitalisasinya pun mengalami peningkatan 15,23 persen menjadi Rp45,31 triliun.
Baca Juga
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna bercerita pada 1997 penggalangan dana melalui penerbitan saham atau IPO masih relatif baik. Pasalnya setahun sebelum tahun reformasi 1998, terdapat 30 perusahaan yang menggalang dana IPO dengan akumulasi kapital yang dihimpun sebesar Rp3,5 triliun.
Adapun situasi politik dan ekonomi yang memburuk pada Mei 1998 pada akhirnya ikut menekan tren pencatatan saham IPO. Nyoman mengungkapkan terjadi penurunan yang begitu drastis jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Selanjutnya pada 1998 jumlahnya menjadi 6 perusahaan atau turun tajam sekitar 80 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika itu minus 13,13 persen,” kata Nyoman dikutip Minggu (21/5/2022).
Dia pun mengakui bila penurunan jumlah perusahaan yang melakukan IPO di pasar modal merupakan cerminan dari efek krisis yang melanda Indonesia. Adapun pada 1999, jumlah perusahaan yang menggalang dana IPO juga hanya bertambah tipis menjadi 9 entitas.
Menilik dari data statistik OJK, tren IPO perlahan pulih pada tahun 2000 berdasarkan data pernyataan efektif yang mencatat hingga 347 emiten atau naik 8,9 persen dari tahun sebelumnya 321 emiten.
Lonjakan tertinggi terjadi pada tahun 1999, dengan kepemilikan saham investor asing melesat 243,34 persen yoy menjadi 290,14 miliar saham. Kapitalisasi pasar pun tembus Rp122,16 triliun atau melonjak 169,6 persen yoy dibanding tahun sebelumnya.
Kemudian pada tahun 2000, kepemilikan saham asing dan kapitalisasi pasar mulai melandai. Tercatat, investor asing memiliki saham sebanyak 216,38 miliar lembar atau turun 25,42 persen yoy dibandingkan tahun sebelumnya.
Kapitalisasi pasar pun juga ikut turun 55,7 persen yoy menjadi Rp54,1 triliun pada tahun 2000. Kepemilikan asing dan market cap terpantau berfluktuatif pada tahun-tahun selanjutnya.