Bisnis.com, JAKARTA - Emiten bengkel pesawat milik Grup Garuda Indonesia, PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk. (GMFI) mencatatkan laba pada awal 2023. Namun, saldo ekuitas masih negatif.
Berdasarkan laporan keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (12/5/2023). GMFI berhasil membalikkan laba yang diatribusikan kepada entitas induk US$1,1 juta, dibanding periode tahun sebelumnya yang menderita rugi US$8,65 juta.
Perolehan laba bersih tersebut didorong oleh kenaikan pendapatan signifikan 71,68 persen secara year-on-year (yoy) menjadi US$85,82 juta atau sekitar Rp1,26 triliun pada tiga bulan pertama 2023, dibanding kuartal I/2022 yang sebesar US$49,98 juta.
Secara rinci berdasarkan segmen, pendapatan emiten bengkel pesawat Garuda (GMFI) itu ditopang oleh pendapatan reparasi dan overhaul sebesar US$69,54 juta, maintenance US$11,6 juta, dan pendapatan operasi lain-lain US$5,07 juta. Pendapatan itu dikurangi biaya eliminasi US$405.435.
GMFI juga berhasil melakukan efisiensi beban dengan beban penyusutan dipangkas menjadi US$5,19 juta dibanding tahun sebelumnya US$5,56 juta. Beban operasional juga turun menjadi US$5,57 juta dibanding periode sama tahun 2022 sebesar US$6,06 juta.
Akan tetapi, secara neraca GMFI masih membukukan ekuitas negatif sebesar US$329,38 juta atau sekitar Rp4,85 triliun. Hal ini menunjukkan kinerja kurang sehat karena nilai liabilitas lebih tinggi daripada asetnya.
Baca Juga
Meski demikian, defisit ekuitas perseroan turun dibanding posisi akhir Desember 2022 yang sebesar US$331,02 juta.
Ekuitas negatif tersebut akibat saldo defisit yang belum dicadangkan sebesar US$603,06 juta pada kuartal I/2023. Angka itu turun tipis dari akhir 2022 yang sebesar US$604,16 juta.
Tak hanya itu, liabilitas perseroan juga naik 4,70 persen menjadi US$755,65 juta dibanding Desember 2022 sebesar US$721,68 juta. Sedangkan aset GMFI tumbuh 9,11 persen menjadi US$426,26 juta, dibanding periode akhir 2022 sebesar US$390,65 juta.
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan interim, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mengantongi pendapatan sebesar US$602,99 juta pada kuartal I/2023. Jumlah itu meningkat 72,21 persen year-on-year (YoY) dari kuartal I/2022 sebesar US$350,15 juta.
Pertumbuhan pendapatan perseroan didorong oleh pendapatan penerbangan berjadwal yang terbang 87,42 persen YoY menjadi US$506,82 juta. Namun, pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal turun 46,78 persen YoY menjadi US$12,81 juta dalam 3 bulan pertama 2023.
Selain itu, pendapatan usahaa lainnya GIAA meningkat dari US$55,5 juta pada kuartal I/2022 menjadi US$83,35 juta pada kuartal I/2023.
Irfan Setiaputra, Direktur Utama Garuda Indonesia, mengatakan aspek operasional Garuda Indonesia sebagai mainbrand mencatatkan pertumbuhan penumpang signifikan sebesar 98,2 persen pada kuartal 1/2023 menjadi 1,8 juta penumpang.
“Lebih lanjut, Garuda Indonesia turut mencatatkan pertumbuhan angkutan penumpang penerbangan internasional yang signifikan, tumbuh lebih dari 438 persen pada kuartal I/2023 menjadi 363.000 orang dari sebelumnya 66.000,” paparnya dalam keterangan resmi, Kamis (4/5).
Irfan mengatakan, langkah transformasi GIAA akan terus dilakukan secara bertahap dan terukur dengan turut memaksimalkan momentum pertumbuhan penumpang maupun peningkatan kapasitas produksi.
Hingga Maret 2023, GIAA mencatatkan pertumbuhan EBITDA hingga 92 persen menjadi US$71 juta dari US$37 juta pada kuartal I/2022. Pada saat yang sama, rugi tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk GIAA terpangkas 50,97 persen YoY dari US$224,66 juta menjadi US$110,13 juta.
Irfan menjelaskan, pencatatan rugi bersih perseroan pada tahun berjalan dipengaruhi oleh penerapan standar akuntansi PSAK 73 yang mengatur tentang pembukuan transaksi sewa pada beban operasi.