Bisnis.com, JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) cenderung melemah pada perdagangan sepekan 2-5 Mei 2023 di tengah antisipasi investor terhadap kenaikan suku bunga The Fed.
Nilai kapitalisasi pasar PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai dengan akhir pekan ini adalah sebesar Rp9.624,468 triliun. Nilai tersebut mengalami perubahan sebesar 1,69 persen dari Rp9.790,231 triliun pada pekan lalu.
"IHSG pada pekan ini berada pada level 6.787,631 atau mengalami penurunan 1,85 persen dari posisi 6.915,716 pada pekan sebelumnya," mengutip laporan mingguan BEI.
Perubahan sebesar 4,17 persen dicatatkan oleh rata-rata volume transaksi harian Bursa menjadi 15,015 miliar saham dari 15,669 miliar saham pada sepekan yang lalu.
Selanjutnya, rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa juga mengalami perubahan sebesar 5,03 persen menjadi 1.275.793 dari 1.343.327 transaksi yang terjadi pada pekan sebelumnya. Sementara itu, rata-rata nilai transaksi harian Bursa berubah sebesar 21,7 persen menjadi Rp10,387 triliun dari Rp13,265 triliun pada pekan yang lalu.
Sepanjang tahun 2023, investor asing mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp18,179 triliun. Sedangkan pada Jumat (5/5/2023), investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp337,17 miliar.
Baca Juga
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Chisty Maryani menyampaikan Tekanan yang terjadi pada IHSG di antaranya adalah berasal dari katalis global diantaranya adalah hasil FOMC The Fed pada Kamis (4/5/2023) WIB yang memutuskan untuk kembali menaikan suku bunga sebesar 25 bps di level 5 persen-5,25 persen.
Hal tersebut dilakukan The Fed sebagai upaya untuk meredamkan tingkat inflasi yang masih jauh di atas target The Fed yakni 2 persen. Keputusan The Fed untuk menaikan suku bunga acuan pada FOMC kemarin telah di antisipasi oleh pelaku pasar sebelumnya.
Namun hal tersebut mendorong kekhawatiran global akan berlanjutnya krisis likuiditas yang terjadi di sektor perbankan Amerika Serikat. Pasalnya, beberapa perbankan Amerika Serikat mengklaim memiliki rencana untuk melakukan penjualan kepemilikan asetnya.
Selain itu, kekhawatiran di Amerika Serikat juga perihal adanya potensi kegagalan membayar utang yang tercatat sudah melambung hingga US$3,46 triliun pada Juni 2023. Kegagalan tersebut terjadi karena penerimaan pajak sejauh ini lebih rendah dibandingkan proyeksinya.
Kekhawatiran lainnya pada pasar global juga berasal dari rilisnya GDP (Gross Domestic Product) Amerika Serikat pada kuartal/I 2023 yang berada pada level 1,1 persen QoQ, lebih rendah dari pencapaian kuartal sebelumnya yang tercatat di level 2,6 persen QoQ.
Hal ini mengindikasikan perlambatan ekonomi Amerika Serikat di tahun 2023 ini akan terjadi di tengah pengetatan kebijakan moneter yang terus dilakukan oleh The Fed.
Katalis negatif lainnya yang menekan pergerakan IHSG berasal dari terkoreksinya beberapa harga komoditas, diantaranya adalah batu bara, nikel, dan CPO. Harga komoditas-komoditas tersebut terkoreksi dampak dari penurunan permintaan global akibat kekhawatiran mengenai potensi perlambatan ekonomi global.
"Katalis negatif tersebut kami proyeksikan merupakan sentimen sesaat, dan bukan merupakan suatu konfirmasi fenomena “Sell in May and Go Away” benar akan terjadi. Pasalnya, sentimen dari data ekonomi dalam negeri sejauh ini masih sangat positif," paparnya dalam publikasi riset.