Bisnis.com, JAKARTA - Manajer investasi menilai prospek reksa dana berbasis obligasi ke depan masih cukup baik seiring dengan sentimen positif yang datang baik dari dalam negeri maupun sentimen global.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatak tingkat inflasi Amerika Serikat (AS) yang mulai turun dapat menjadi sentimen positif yang memungkinkan The Fed untuk melakukan pausing atau menahan suku bunga dalam waktu dekat, bahkan terdapat kemungkinan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunganya pada semester II/2023.
Sementara itu dari dalam negeri, tingkat inflasi pada bulan Maret 2023 adalah 4.97 persen, lebih rendah jika dibandingkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yaitu 5,75 persen sehingga real yield Indonesia positif. Hal itu menurutnya dapat menjadi sentimen positif yang menarik investor asing untuk berinvestasi di pasar obligasi Indonesia.
"Sampai akhir tahun 2023, kami melihat reksa dana berbasis obligasi masih memiliki view yang positif seiring dengan menurunnya tingkat inflasi global. Oleh karena itu, Panin AM meyakini bahwa nilai wajar untuk yield obligasi pada tahun 2023 adalah 6 persen hingga 6,5 persen," ujarnya kepada Bisnis, Kamis, (13/4/2023).
Terkait dengan produk reksa dana pilihan Panin AM yang berpotensi cuan tinggi, menurutnya Panin AM memiliki produk dengan karakteristik yang berbeda-beda sehingga untuk komposisi instrumen investasinya akan mengikuti karakteristik tersebut.
Berikut Portofolio reksa dana pendapatan tetap Panin AM:
Baca Juga
- Panin Dana Utama Plus 2 - Obligasi Pemerintah 40-70 persen,
- Panin Dana Pendapatan Berkala - Obligasi Pemerintah 30- 50 persen
- Panin Dana Pendapatan Utama - Obligasi Pemerintah 10-30 persen
- Panin Gebyar Indonesia II - Obligasi Pemerintah 100 persen
Senada, Direktur Pinnacle Persada Investama Indra Muharam Firmansyah juga berpandangan bahwa prospek reksa dana berbasis obligasi memiliki prospek cerah, seiring dengan siklus kenaikan suku bunga The Fed maupun BI yang sudah mendekati puncak.
"Kami melihat prospek yang sangat baik untuk reksa dana berbasis obligasi ke depannya. Salah satu alasannya karena kami melihat siklus kenaikan suku bunga The Fed yang sudah mendekati puncak atau akhir. Begitu juga dengan suku bunga Bank Indonesia yang sudah flat di level 5,75 persen. Kita melihat kedepannya yield dari SUN bisa turun mendekati level 6.5 persen yang dapat membantu kinerja reksa dana pendapatan tetap [obligasi], terutama yang fokus pada SUN," ujar Indra.
Selain itu, dia mengatakan karena kenaikan suku bunga The Fed yang sangat signifikan sejak tahun lalu, banyak investor asing yang tertarik untuk berinvestasi di obligasi yang memberikan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi, salah satunya adalah Surat Utang Negara (SUN).
Hal tersebut terlihat dari tingginya arus masuk investor asing ke pasar obligasi Indonesia yang mencapai kurang lebih Rp96 triliun pada kuartal I/2023.
"Kami melihat arus masuk ini masih akan terus berlanjut mengingat performa SUN menjadi salah satu yang terbaik di Asia, setelah Filipina dan juga penguatan nilai tukar rupiah yang menjadi katalis positif untuk pasar obligasi Indonesia," pungkasnya.