Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: Efek Kasus Silicon Valley Bank hingga Tren Utang Pemerintah

Efek kejatuhan Silicon Valley Bank dan sejumlah berita ekonomi dan bisnis lainnya juga tersaji secara analitik dan komprehensif di meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Bisnis, JAKARTA—Saham Bank Jago (ARTO) anjlok 14,5 persen dalam sepekan akibat sentimen kegagalan Silicon Valley Bank. Manajemen perusahaan pun memberikan pertanggungjawaban terkait ketangguhan kinerja bisnisnya.

Berita tentang efek kejatuhan Silicon Valley Bank menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain itu, sejumlah berita ekonomi dan bisnis lainnya juga tersaji secara analitik dan komprehensif di meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini intisari BisnisIndonesia.id, Sabtu (18/3/2023):

1. Disorot Akibat Kasus SVB, Bank Jago (ARTO) Unjuk Ketangguhan

Saham PT Bank Jago Tbk. atau ARTO menjadi salah satu saham yang paling terdampak oleh sentimen negatif pada industri perbankan global sejak pekan lalu, terutama peristiwa gagalnya Silicon Valley Bank (SVB).

Saham ARTO mengalami pelemahan selama 5 hari berturut-turut sejak Jumat (10/3/2023) pekan lalu. Baru hari ini, Jumat (17/3/2023), saham ARTO memantul lagi sebesar 3,70 persen ke level Rp2.240. Namun, secara kumulatif, dalam sepekan terakhir ARTO sudah melemah 14,5 persen.

Hal ini tidak mengherankan. ARTO terekspos oleh dua sentimen sekaligus yang dihadirkan oleh SVB, yakni sebagai bank digital dan sebagai startup. Sebagaimana diketahui, SVB dikenal sebagai bank yang fokus pada pembiayaan startup dan gagal karena strategi itu.

Menanggapi hal ini, Manajemen Bank Jago pun bersuara. Sama seperti yang disuarakan oleh mayoritas pelaku industri jasa keuangan lainnya, Manajemen ARTO juga menegaskan bawah SVB tidak memiliki dampak signifikan pada perusahaan.

Kegagalan SVB adalah kasus unik untuk perbankan di Amerika Serikat. Industri perbankan di Indonesia memiliki ketahanan yang lebih baik dan eksposur risiko yang lebih terdiversifikasi.

2. Menanti Regulasi Baru Harga Rumah Subsidi Sebentar Lagi Terbit

Hingga pertengahan bulan Maret ini beleid harga baru rumah subsidi belum diterbitkan. Pengembang pun masih menanti beleid harga rumah subsidi dapat segera diterbitkan.

Adapun harga rumah subsidi saat ini masih menggunakan beleid Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) No 242/KPTS/M/2020 yang dikeluarkan pada Maret 2020 yang berisikan aturan pembaharuan terkait harga jual rumah subsidi, batasan penghasilan kredit pemilikan rumah subsidi, besaran suku bunga, lama masa subsidi, batasan luas tanah dan bangunan rumah serta besaran subsidi bantuan uang muka perumahan. 

Meskipun beleid ini mencabut berlakunya Kepmen PUPR No 535/KPTS/M/2019 tentang batasan harga jual rumah sejahtera tapak yang diperoleh melalui kredit/pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi yang kala itu diteken oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pada 18 Juni 2019, namun tak ada perubahan harga rumah subsidi di Kepmen PUPR nomor 242 tahun 2020. 

Penetapan harga rumah subsidi dalam Kepmen PUPR No 535/KPTS/M/2019 mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 tahun 2019 tentang batasan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta perumahan lainnya yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 20 Mei 2019 silam. 

Batasan harga rumah subsidi pada 2019 itu mengalami kenaikan sebesar 3 persen hingga 11 persen atau sekitar Rp7 juta hingga Rp11,5 juta per unit yang tergantung wilayahnya dari harga rumah subsidi tahun 2018.

3. Siasat Gali Lubang Tutup Lubang BUMN Karya

Tingginya kebutuhan pendanaan untuk melanjutkan proyek-proyek infrastruktur menuntut kalangan emiten BUMN Karya atau kelompok BUMN yang bergerak di industri jasa konstruksi dan infrastruktur untuk melakukan refinancing terhadap kewajiban keuangannya.

Alih-alih mengakhiri pinjaman melalui pelunasan terhadap surat utang yang jatuh tempo tahun ini, BUMN Karya akan melakukan pembiayaan kembali atau refinancing melalui berbagai skema. Skema yang dipertimbangkan antara lain melalui emisi surat utang baru atau pinjaman perbankan.

Tiga emiten yang tengah mempertimbangkan opsi refinancing sejauh ini yakni PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR), PT PP (Persero) Tbk. (PTPP), dan PT PP Properti Tbk. (PPRO).

JSMR tercatat memiliki utang berupa Obligasi Berkelanjutan II PT Jasa Marga Tahun 2020 senilai Rp1,1 triliun yang akan jatuh tempo pada 8 September 2023. Adapun utang tersebut memiliki bunga sebesar 7,90 persen per tahun.

4. Inflasi di 3 Negeri dan Dampaknya ke Suku Bunga Fed, ECB, dan BI

Inflasi masih menjadi lawan berat yang harus ditaklukkan bank sentral di Amerika Serikat dan kawasan Eropa. Dampaknya, bank sentral AS diprediksi masih akan menggenjot kebijakan suku bunganya. Di Eropa, ECB sudah terlebih dahulu menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin. Sementara itu di Indonesia, Bank Indonesia memilih untuk tetap mempertahankan suku bunga di posisi 5,75 persen.

Amerika Serikat, meski sedang dilanda kasus perbankan, tetap harus menurunkan suku bunga yang saat ini berada di kisaran 6 persen agar mendekati target 2 persen. Sejauh ini, langkah yang dilakukan AS adalah dengan menggenjot suku bunga melalui keputusan bank sentral Federal Reserve atau The Fed.

Peluang AS kembali menggenjot suku bunga kembali terbuka setelah data Departemen Tenaga Kerjamengindikasikan membaiknya tingkat pengangguran. Seperti dilansir Bloomberg, Kamis (16/3/2023), pengajuan klaim tunjangan pengangguran menurun tajam hingga 20.000 klaim. Pengajuan tunjangan pengangguran per 11 Maret 2023 menjadi 192.000 dalam sepekan.

Sebelumnya, estimasi median dalam survei ekonom Bloomberg memperkirakan pengajuan tunjangan penggangguran dalam sepekan mencapai 205.000 aplikasi. Secara pararel, klaim lanjutan yakni mencakup penerima tunjangan berulang turun 29.000 aplikasi menjadi 1,68 juta pengajuan.

Meski ada pihak yang skeptis dengan data tersebut, The Fed bisa jadi akan menjadikannya sebagai sa;ah satu pertimbangan penentukan kebijakan suku bunga.

5. Tren Kenaikan Utang Pemerintah di Balik Penerbitan SBN

Setidaknya, sejak kuartal IV 2022 hingga Februari 2023 utang pemerintah memperlihatkan tren kenaikan. Utang pemerintah per akhir Februari 2023 mencapai Rp7.861,68 triliun.  Jumlah tersebut naik Rp106,7 triliun dari posisi Januari 2023 yang mencapai Rp7.754,98 triliun. Adapun, rasio utang mencapai 39,09 persen terhadap gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia. 

Sementara itu, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Rabu (15/3/2023),  realisasi pembiayaan utang pemerintah per Februari 2023 mencapai Rp186,9 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 26,84 persen dari target pembiayaan utang pada APBN Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp696,3 triliun.

Selain itu, hingga 28 Februari 2023, pemerintah telah melakukan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp177,7 triliun. Nilai tersebut melonjak 162,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Sri Mulyani beralasan bahwa penerbitan SBN yang lebih awal dan dalam jumlah lebih besar dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga pada semester kedua 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : BisnisIndonesia.id
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper