Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rugi Pengelola Hypermart (MPPA) Bengkak, Rekor 3 Tahun Terakhir

Kerugian pengelola Hypermart, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) membesar.
Petugas Hypermat tengah memindahkan barang belanjaan konsumen. Layanan park and pick up menjadi salah satu layanan baru PT Matahari Putra Prima Tbk. sejak penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)./hypermart.co.id
Petugas Hypermat tengah memindahkan barang belanjaan konsumen. Layanan park and pick up menjadi salah satu layanan baru PT Matahari Putra Prima Tbk. sejak penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)./hypermart.co.id

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten pengelola jaringan ritel Hypermart, PT Matahari Putra Prima Tbk mengalami pembengkakan kerugian pada tahun buku 2022. Rugi perusahaan berkode saham MPPA itu naik 27,28 persen year-on-year (yoy), sehingga jadi Rp429,63 miliar.

Capaian tersebut merupakan rekor kerugian tahunan terbesar MPPA dalam kurun 3 tahun terakhir. Kali terakhir perseroan membukukan kerugian lebih besar adalah pada 2019, ketika bottom line mereka minus Rp553 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2022, MPPA sebenarnya masih mampu meraup penjualan bersih Rp7,01 triliun sepanjang 2022. Alias tumbuh 5,44 persen secara yoy.

Penjualan MPPA terdiri dari penjualan langsung dan penjualan konsinyasi. Secara rinci penjualan langsung meningkat 5,32 persen menjadi Rp6,93 triliun, dan penjualan konsinyasi meningkat Rp479,96 miliar.

Sayangnya, kenaikan tersebut juga beriring dengan beban pokok yang lebih besar. Tepatnya dari Rp5,45 triliun pada 2021 menjadi Rp5,73 triliun sepanjang 2022.

Sebenarnya, setelah pembengkakan beban pokok itu, laba kotor MPPA pun juga meningkat 7,11 persen menjadi Rp1,28 triliun.

Hanya saja, lagi-lagi, setelah dikurangi berbagai beban yang dapat diefisienkan, MPPA mencatatkan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp429,63 miliar sepanjang 2022. Lebih besar dari kerugian Rp316,7 miliar sepanjang 2021.

Pada sisi neraca MPPA mengalami penurunan aset 18,61 persen, tepatnya dari Rp4,65 triliun di akhir tahun 2021 menjadi Rp3,78 triliun pada akhir 2022.

Liabilitas turun 10,99 persen dari Rp4,06 triliun pada 31 Desember 2021 menjadi Rp3,61 triliun pada 31 Desember 2022. Kemudian untuk kas dan setara kas akhir tahun terjadi penurunan 57,41 persen dari Rp752,58 miliar menjadi Rp320,49 miliar.

Sebagai informasi, MPPA telah menggelontorkan dana sebesar Rp668,97 miliar dari hasil penawaran umum terbatas (PUT VI) dalam rangka penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek, alias rights issue.

Secara rinci, MPPA menghabiskan Rp105 miliar untuk membayar sebagian pokok utang kepada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI). Kemudian sebesar Rp46 miliar digunakan untuk membayar utang kepada PT Bank CIMB Niaga Tbk. (CIMB).

Selain itu, MPPA juga menggelontorkan Rp27,72 miliar untuk belanja modal atau capital expenditure (capex). Lalu, sebanyak Rp491,24 miliar digunakan untuk modal kerja MPPA.

Hasil bersih aksi rights issue yang diterima oleh MPPA mencapai Rp720,92 miliar. Adapun MPPA masih memiliki sisa dana sebesar Rp47,05 miliar yang disimpan pada Bank CIMB Niaga.

----

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper