Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten Sawit AALI dan SMSS Masih Tunggu Kepastian Regulasi Soal Kebijakan DMO

Sejumlah emiten perkebunan sawit seperti AALI dan SSMS masih menunggu kepastian regulasi yang mengatur domestic market obligation (DMO) terbaru.
Kebun Sawit. /Sinar Mas Agribusiness
Kebun Sawit. /Sinar Mas Agribusiness

Bisnis.com, JAKARTA —  Emiten perkebunan sawit PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) menyatakan masih menunggu kepastian regulasi mengenai kebijakan domestic market obligation (DMO) terbaru. Sebagaimana diketahui, pemerintah memutuskan untuk menahan sebagian kuota ekspor yang telah diberikan untuk menjaga pasokan domestik menjelang Ramadan dan Idulfitri.

“Kami belum bisa menyampaikan informasi lebih lanjut dan masih menantikan regulasinya,” kata Communication and Investor Relations Manager PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) Fenny Sofyan ketika dihubungi, Selasa (7/2/2023).

Hal serupa disampaikan oleh Sekretaris Perusahaan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) Swasti Kartikaningtyas. Dia mengatakan ketentuan terbaru mengenai ekspor ini masih dibicarakan oleh perseroan.

“Maaf kami belum bisa memberi jawaban. Hal ini masih dibahas dalam rapat,” kata Swasti terpisah.

Dalam kebijakan DMO, perusahaan sawit diperkenankan untuk melakukan ekspor dengan volume enam kali lipat dari jumlah yang telah ia pasok untuk pasar domestik atau dengan rasio 1:6. Sebagai ilustrasi, perusahaan yang mendistribusikan 1.000 ton minyak sawit ke pasar domestik selama sebulan berhak mengekspor sebanyak 6.000 ton.

Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan melalui akun Instagram resminya menyebutkan bahwa tingginya hak ekspor telah menjadi disinsentif bagi pasokan minyak goreng ke pasar domestik, terlebih dengan permintaan ekspor minyak sawit yang melambat.

Kondisi tersebut lantas mengerek harga minyak goreng curah di pasaran. Sebagai respons, pemerintah memutuskan untuk menambah volume yang wajib disalurkan sebanyak 50 persen. Artinya, perusahaan yang memiliki kewajiban memasok 300.000 ton per bulan wajib menambah pasokan menjadi 450.000 per bulan sampai dengan April 2023.

Luhut menambahkan penambahan kewajiban ini akan diikuti dengan kebijakan deposito hak ekspor perusahaan sawit sebesar 66 persen. Pencairan deposito akan dilakukan secara bertahap sejak 1 Mei 2023 dan diberikan dengan melihat kepatuhan perusahaan dalam memenuhi kewajiban DMO.

“Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga pasokan dalam negeri dan Menjamin harga tetap stabil,” lanjut Luhut.

Di pasar modal, harga saham-saham emiten CPO bergerak variatif setelah kabar penyesuaian kebijakan ini bergulir. Beberapa saham yang menguat adalah ANJT dengan kenaikan 1,41 persen, SSMS naik 1,26 persen, dan STAA menguat 0,99 persen. Sementara itu, AALI terpantau melemah 0,61 persen, LSIP turun 0,94 persen, dan TBLA melemah 0,71 persen.

Sementara itu, Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis belum bisa banyak berkomentar mengenai dampak dan prospek emiten sawit di tengah kebijakan terbaru ini. Meski demikian, kenaikan permintaan domestik telah memberi dampak positif bagi sejumlah perusahaan.

Hal ini setidaknya tecermin dari implementasi B30 pada 2021 yang membuat pendapatan emiten CPO naik secara tahunan. Dia mencatat pendapatan SSMS tumbuh hingga 29,72 persen pada 2021, kemudian AALI naik 29,32 persen, LSIP naik 28,36 persen, dan TAPG naik 19,22 persen.

“Sedangkan pada 2023 naik menjadi B35. Artinya, kadar bahan bakar nabati yang berasal dari CPO meningkat menjadi 35 persen. Hal tersebut dapat memicu demand growth potential yang harusnya akan sejalan dengan peningkatan pendapatan emiten perkebunan,” kata dia.

Potensi naiknya konsumsi domestik sendiri bisa berdampak positif bagi hampir semua emiten. Alrich mencatat mayoritas penjualan emiten sawit disumbang oleh pendapatan domestik dalam empat tahun terakhir seperti pada AALI, TAPG, SSMS, dan BWPT.

“Kemudian diikuti LSIP dengan pendapatan domestic 96,46 persen dari total pendapatan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper