Bisnis.com, JAKARTA – Dolar AS terus mencatatkan penguatan dan memberikan harapan untuk lanjut bullish meskipun Federal Reserve mulai memberi sinyal hawkish. Para analis meramal mata uang Amerika Serikat ini akan melanjutkan penguatan hingga sepekan ke depan.
Mengutip data Bloomberg pada Senin (6/2/2023) pukul 15.00 WIB, indeks dolar AS menguat 0,22 persen ke 103,14. Kenaikan ini membawa dolar AS berada dalam jalurnya untuk mencatatkan kenaikan hingga 2 persen dalam tiga sesi perdagangan terakhir.
Penguatan dolar AS menyusul laporan tenaga kerja AS yang memanas, membuat The Fed berpotensi kembali melanjutkan kebijakan kenaikan suku bunga untuk melawan inflasi.
“Banyak pembicara The Fed pekan ini menggarisbawahi bahwa akan ada kenaikan suku bunga lebih panjang, sehubungan dengan sinyal dovish dari Bank Sentral Eropa dan Bank Inggris [Bank of England] pekan lalu, kami yakin dolar akan berlanjut rebound sepekan ini,” ungkap Win Thin, Ahli Strategi Mata Uang di Brown Brothers Harriman & Co. dalam risetnya, dilansir Bloomberg, Senin (6/2/2023).
Dolar AS berputar baik setelah anjlok ke level terendahnya sejak April 2022 karena adanya ekspektasi pelaku pasar bahwa The Fed akan segera mengendalikan laju pengetatan. Sinyal bullish dolar AS makin kuat setelah tingkat pengangguran di AS mencapai level terendah 53 tahun.
Data tersebut memacu ekspektasi bahwa pembuat kebijakan Federal Reserve tak akan punya banyak pilihan selain mempertahankan suku bunga tinggi untuk memerangi inflasi.
Baca Juga
Selain itu, sentimen lain dari ketegangan antara China dan AS yang kembali memanas karena adanya dugaan balon mata-mata China dan pelemahan yen setelah penunjukan Masayoshi Amamiya sebagai Gubernur Bank Jepang menambah ketertarikan pelaku pasar terhadap dolar AS.
Greenback menguat lebih lanjut karena posisi mata uang bearish terlihat "diregangkan," kata Fiona Lim, ahli strategi valuta asing di Malayan Banking Berhard di Singapura. "Potensi konflik AS-Tiongkok lebih lanjut menambah alasan bagi dolar untuk memperpanjang rebound bullish," katanya.
“Posisi bearish pada dolar AS seperti sudah mencapai ujungnya. Potensi ketegangan AS dan China bisa menjadi sentimen tambahan yang bisa membawa dolar rebound dan semakin bullish,” kata Fiona Lim, Ahli Strategi Forex di Malayan Banking Berhard, Singapura.
Namun, di sisi lain, para investor masih yakin penguatan dolar AS tidak akan bertahan lama. Riset Amundi SA mengatakan potensi perlambatan kenaikan suku bunga Fed tahun ini dan pertumbuhan ekonomi yang kuat di luar AS membuat greenback kurang bullish. Adapun, Citigroup Inc. dolar AS berada dalam jalur resistens terendah, sehingga akan melemah dalam jangka pendek.
“Aksi jual pada dolar AS mungkin sudah mereda untuk saat ini, dan investor dapat melihat greenback bangkit kembali pada awal Februari. Kami melihat ini sebagai gerakan counter-trend dan memperkirakan pelemahan dolar akan muncul kembali,” tulis Marc Chandler, Kepala Strategi Pasar di Bannockburn Global.