Bisnis.com, JAKARTA — Emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) resmi mengantongi izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk produk antibodi buatan lokal pertama di Indonesia melalui anak usaha PT Kalbio Global Medika. Produk Rituximab itu beredar dengan nama dagang Rituxikal.
“Rituxikal dapat diproduksi secara lokal dimulai dengan alih teknologi dengan perusahaan yang berkedudukan di negara Spanyol. Alih teknologi ini memberikan manfaat yang sangatbesar dari negara Eropa kepada Indonesia, karena selain produk, fasilitas, peralatan, dan sumber daya manusia, juga mendapat nilai tambah hasil dari alih teknologi tersebut,” ujar Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius dalam siaran pers, Jumat (3/2/2023).
Vidjongtius mengemukakan bahwa produk Rituxikal ini bukan merupakan satu-satunya produk yang telah diproduksi secara lokal difasilitasi oleh PT Kalbio Global Medika yang merupakan anak usaha KLBF. Beberapa produk lainnya yang telah mendapatkan izin edar dari BPOM yaitu insulin (Ezelin), Epoetin Alfa (Hemapo) dan Filgrastim (Leucogen).
“Ke depannya, kami juga memiliki molekul baru yang kami produksi mulai dari bahan baku sampai dengan produk jadi, yaitu Efepoetin Alfa (Efesa),” tambahnya.
Vidjongtius menjelaskan bahwa Efepoetin Alfa akan menjadi produk dengan molekul baru yang seluruh pengembangannya dilakukan di Indonesia, mulai dari pengembangan fasilitas dan cara produksi, uji nonklinik serta uji klinik di tujuh negara. Saat ini, produk tersebut berada dalam proses evaluasi di BPOM dan diharapkan mendapat izin edar dari BPOM pada akhir kuartal I/2023 atau awal kuartal II/2023.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan izin edar Rituxikal diberikan dengan mengacu pada hasil uji komparabilitas mutu, uji komparabilitas nonklinik, dan uji komparabilitas klinik Rituxikal yang dibandingkan dengan obat inovator Rituximab, yaitu Mabthera.
Baca Juga
“Hasilnya diketahui bahwa Rituxikal menunjukkan kesebandingan dengan Mabthera yang diproduksi Roche Diagnostics Gmbh, Germany,” kata Penny.
Kalbe Farma sendiri berencana kembali kembali mengalokasikan belanja modal alias capital expenditure (capex) minimal sebesar Rp1 triliun pada 2023. KLBF tercatat menganggarkan besaran yang sama pada 2022.
“Capex 2023 sedang dihitung dan bulan depan akan kami jelaskan detailnya, kami perkirakan sekitar Rp1 triliun sampai Rp1,5 triliun. Sumber dana bisa internal atau kombinasi juga dengan eksternal dari fasilitas bank,” kata Vidjongtius kepada Bisnis, Selasa (17/1/2023).
Vidjongtius juga memperkirakan realisasi belanja modal 2022 tidak akan jauh berbeda dengan rencana awal, mengingat tidak terdapat rencana investasi yang tertunda pelaksanaannya.
“Closing 2022 sedang dilakukan dan kami perkirakan [realisasi] mirip dengan target sebelumnya karena pada kenyataannya tidak ada penundaan investasi yang direncanakan,” kata dia.
Mengacu pada laporan keuangan KLBF per 30 September 2022, kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi mencapai Rp466,10 miliar. Ini termasuk dengan kas sebesar Rp517,02 miliar yang digelontorkan untuk penempatan pada aset keuangan lancar lainnya dan Rp127 miliar pada entitas asosiasi.
Investasi terbaru KLBF adalah penyelesaian akuisisi PT Aventis Pharma atau Sanofi Indonesia. Dengan transaksi yang diestimasi mencapai 48 juta euro atau sekitar Rp792 miliar, KLBF kini menggenggam 99,98 persen saham Sanofi dan sisanya dikempit oleh Dankos Farma.
Menghadapi 2023, Vidjongtius memperkirakan pertumbuhan produk kesehatan tetap positif karena posisinya sebagai kebutuhan dasar. Dengan estimasi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen tahun ini, dia mengatakan pasar kesehatan bisa naik 7—8 persen tahun ini.
“Kami belum menetapkan target, tetapi selama ini kami selalu memasang target di atas pertumbuhan pasar,” lanjut Vidjongtius.