Bisnis.com, JAKARTA — Emiten perkebunan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) melaporkan pelunasan obligasi global senilai US$300 juta atau sekitar Rp4,5 triliun yang diterbitkan di Bursa Singapura pada 2018 silam.
“Kami ingin memberi konfirmasi bahwa obligasi dengan bunga 7,75 persen per tahun dan jatuh tempo pada 23 Januari 2023 telah dilunasi penuh,” kata Vice President Client Services BNY Mellon Corporate Trust Yuanrong Wu selaku agen pembayar dikutip Senin (30/1/2023).
Dalam catatan Bisnis, obligasi tersebut diterbitkan melalui entitas anak SSMS Plantation Holding Pte. Ltd di Bursa Singapura. Surat utang tersebut dicatatkan dan mulai diperdagangkan di SGX-ST pada 24 Januari 2018.
Jatuh tempo pembayaran surat utang adalah pada 2023. Adapun, pembayaran bunga dilakukan setiap 6 bulan mulai 23 Juli 2018 dan berakhir pada 23 Januari 2023.
Dana bersih hasil penerbitan surat utang setelah dikurangi biaya dan komisi underwriting dan pengeluaran lainnya, akan digunakan untuk keperluan pembiayaan kembali utang bank jangka panjang.
SSMS juga akan berinvestasi dalam konservasi hutan di Indonesia, serta menggunakan dana hasil obligasi untuk keperluan perusahaan secara umum.
Baca Juga
SSMS sempat menghadapi risiko wanprestasi atas kewajiban dalam penerbitan obligasi US$300 juta karena perusahaan induknya PT Citra Borneo Indah, tak kunjung merilis laporan keuangan 2019 sesuai dengan ketentuan.
Moody’s Investor Service kala itu menyatakan Citra Borneo wajib menyampaikan laporan tahunan dalam jangka waktu 120 hari setelah 2019 berakhir. Namun, hingga 28 Mei 2020 perusahaan tersebut belum melakukan kewajibannya.
Keterlambatan yang berkepanjangan akan menjadi kredit negatif bagi Sawit Sumbermas Sarana karena bisa menjadi wanprestasi terhadap komitmen dalam surat utang US$300 juta yang diterbitkan SSMS. Hal ini bisa meningkatkan risiko likuiditas dan refinancing perusahaan tersebut.
“Dalam perjanjian penerbitan surat utang itu, default bisa dipicu jika pelanggaran berlanjut selama 30 hari berturut-turut setelah adanya pemberitahuan tertulis oleh wali amanat atau 25 persen pemegang pokok prinsipal obligasi,” tulis Moody’s dalam risetnya dalam pemberitaan Bisnis pada Mei 2020.