Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak menurun pada Senin (16/1/2023), tetapi masih bertahan di dekat level tertinggi bulan ini karena pelonggaran pembatasan Covid-19 di China meningkatkan harapan pemulihan permintaan bagi importir minyak mentah utama dunia tersebut.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret merosot US$1,08 atau 1,3 persen, menjadi diperdagangkan US$84,20 per barel.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Februari turun US$1,01 atau 1,3 persen menjadi US$78,85 per barel.
Kedua kontrak naik lebih dari 8,0 persen pekan lalu untuk kenaikan mingguan terbesar sejak Oktober setelah China meninggalkan apa yang tersisa dari kebijakan nol-COVID dengan membuka kembali perbatasannya pada 8 Januari, mengutip Antara.
Impor minyak mentah China naik 4,0 persen tahun-ke-tahun pada Desember, dan perkiraan kebangkitan perjalanan untuk liburan Tahun Baru Imlek di akhir pekan meningkatkan prospek permintaan bahan bakar transportasi.
"Narasi bahwa pertumbuhan China akan menambah permintaan memainkan peran yang sangat besar di sini. Mungkin ada permintaan kembali sebanyak satu juta barel per hari," kata Bart Melek, kepala strategi pasar komoditas di TD Securities.
Baca Juga
Tingkat lalu lintas di China pulih dari rekor terendah setelah pelonggaran pembatasan COVID-19, menghasilkan permintaan yang lebih kuat untuk produk minyak mentah dan minyak, kata analis ANZ dalam sebuah catatan.
Namun, laporan selama akhir pekan menyoroti peningkatan kematian akibat COVID-19 meredam sentimen.
Sementara itu, Menteri Energi Uni Emirat Arab, Suhail al-Mazrouei, mengatakan pada Senin (16/1/2023) bahwa pasar minyak seimbang.
"Brent sekarang mungkin stabil di kisaran US$85 - US$90, dengan WTI sedikit lebih rendah di sekitar US$80 - US$85," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Badan Energi Internasional akan merilis laporan bulanan mereka pekan ini, diawasi dengan ketat untuk indikasi prospek permintaan dan pasokan global.
Investor juga akan mengawasi Forum Ekonomi Dunia di Davos, yang dibuka pada Senin (16/1/2023), dan pertemuan bank sentral Jepang pekan ini untuk menentukan apakah akan mempertahankan kebijakan stimulusnya yang sangat besar.