Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Ditutup Menguat Setelah Risalah The Fed Beri Sinyal Fokus Pengendalian Inflasi

Wall Street Ditutup Menguat pada perdagangan Rabu (04/01/2023). Penguatan terjadi setelah rislah The Fed beri sinyal akan fokus pada pengendalian inflasi.
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA — Wall Street menguat pada akhir perdagangan Rabu (04/01/2023), setelah perdagangan bergejolak menyusul rilis risalah dari pertemuan terakhir Federal Reserve, yang menunjukkan para pejabat berfokus pada pengendalian inflasi bahkan ketika mereka setuju untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 133,40 poin atau 0,40 persen, ke level di 33.269,77. Indeks S&P 500 juga naik 28,83 poin atau 0,75 persen, menjadi ditutup pada 3.852,97 . Indeks Komposit Nasdaq meningkat 71,78 poin atau 0,69 persen, menjadi berakhir di level 10.458,76.

Dari 11 sektor utama S&P 500, sektor energi yang terlemah ditutup naik 0,06 persen, sedangkan sektor real estat adalah yang terkuat, ditutup melonjak 2,3 persen, diikuti oleh kenaikan 1,7 persen pada sektor material.

Para pejabat pada pertemuan rapat Fed 13-14 Desember sepakat bahwa bank sentral AS harus terus meningkatkan biaya kredit untuk mengendalikan laju kenaikan harga-harga, tetapi secara bertahap dimaksudkan untuk membatasi risiko terhadap pertumbuhan ekonomi.

Investor meneliti pertimbangan internal Fed untuk petunjuk tentang jalan masa depannya. Setelah pertemuan, Ketua Fed Jerome Powell mengatakan lebih banyak kenaikan diperlukan, dan mengambil nada yang lebih hawkish dari yang diperkirakan investor saat itu.

Sementara beberapa pengamat mengatakan risalah tersebut tidak mengandung kejutan, pasar tampaknya telah memegang harapan untuk beberapa tanda bahwa Fed setidaknya mempertimbangkan untuk melonggarkan pengetatan kebijakannya.

"Pasar seperti anak kecil yang meminta es krim. Orang tua mengatakan 'tidak', tetapi pasar terus meminta karena orang tua telah mengalah di masa lalu," kata Burns McKinney, manajer portofolio di NFJ Investment Group LLC di Dallas sebagaimana dikutip Antara, Kamis (04/01/2023).

"Pasar masih berpikir akan mendapatkan es krim, tidak secepat yang mereka pikirkan sebelumnya," ujarnya.

McKinney menunjuk risalah untuk bukti kekhawatiran pejabat Fed bahwa pelonggaran kondisi keuangan yang tidak beralasan akan mempersulit upaya mereka untuk melawan inflasi.

Juga pada Rabu (4/1/2023), Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari menekankan perlunya kenaikan suku bunga lanjutan, menetapkan perkiraannya sendiri bahwa suku bunga kebijakan awalnya akan berhenti di 5,4 persen.

"Risalah Fed adalah pengingat yang baik bagi investor untuk memperkirakan suku bunga tetap tinggi sepanjang tahun 2023. Di tengah pasar kerja yang terus-menerus kuat, masuk akal bahwa memerangi inflasi tetap menjadi permainan bagi Fed," kata Mike Loewengart, kepala konstruksi model portofolio di Morgan Stanley Global Investment Office di New York.

"Intinya adalah, meskipun kami membalik kalender, hambatan pasar dari tahun lalu tetap ada."

Pelaku pasar sekarang melihat peluang 68,8 persen untuk kenaikan suku bunga 25 basis poin dari Fed pada Februari, tetapi masih memperkirakan suku bunga memuncak tepat di bawah 5,0 persen pada Juni.

Sebelumnya pada hari itu, data menunjukkan lowongan pekerjaan AS pada November menunjukkan pasar tenaga kerja yang ketat, memberikan perlindungan Fed untuk mempertahankan kampanye pengetatan moneter lebih lama, sementara data lain menunjukkan manufaktur berkontraksi lebih lanjut pada Desember.

Ekuitas AS terpukul pada 2022 di tengah kekhawatiran resesi karena pengetatan kebijakan moneter yang agresif, dengan tiga indeks saham utama mencatat kerugian tahunan tertajam sejak 2008.

Di Nasdaq 100, pemenang terbesar adalah saham JD.Com Inc, yang melonjak 14,7 persen di tengah harapan pemulihan pasca-COVID-19 di China. Penurunan terbesar dialami Microsoft, jatuh 4,4 persen setelah analis UBS menurunkan peringkat sahamnya menjadi "netral" dari "beli".

Di bursa AS, 11,35 miliar saham berpindah tangan, dibandingkan dengan rata-rata 10,83 miliar saham selama 20 hari perdagangan terakhir, termasuk beberapa pelemahan volume karena liburan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper