Bisnis.com, JAKARTA – Emiten manufaktur emas terintegrasi PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) meraih pinjaman sindikasi senilai Rp 2,4 triliun untuk menopang kinerja operasi perseroan.
Emiten bersandi HRTA ini menandatangani perjanjian sindikasi ini dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) di Jakarta pada 27 Desember 2022. BBNI menjadi Mandated Lead Arranger & Bookrunner (MLAB) yang akan bekerja sama dengan bank lainnya.
HRTA akan menggunakan pinjaman untuk tambahan modal kerja dengan tujuan meningkatkan kinerja operasi perseroan. Fasilitas pendanaan sindikasi bertenor 12 bulan hingga 48 bulan dengan tingkat bunga JIBOR 1 bulan + 3 persen per tahun.
Tingkat suku bunga tersebut masih lebih rendah dibandingkan rata-rata beban bunga dari fasilitas kredit perbankan dan obligasi yang dimiliki HRTA saat ini.
Direktur Utama HRTA Sandra Sunanto menjelaskan pendanaan sindikasi merupakan bukti kepercayaan dari institusi keuangan besar di Indonesia terhadap prospek pertumbuhan perusahaan.
"Hal ini tentunya menjadi pencapaian milestone yang penting dalam meningkatkan corporate image HRTA, untuk selanjutnya dapat naik kelas menjadi perusahaan berskala internasional di masa mendatang," kata Sandra dalam keterangan resmi, JUmat (30/12/2022).
Baca Juga
Sandra optimistis bahwa dukungan dari pendanaan sindikasi dapat semakin meningkatkan pertumbuhan bisnis perusahaan di 2023, sekalipun di tengah ketidakpastian situasi ekonomi global, baik dari ancaman resesi ekonomi hingga kondisi geopolitik.
Hingga September 2022, HRTA mencetak pendapatan penjualan Rp5,10 triliun naik 30,67 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp3,90 triliun.
Di sisi lain, peningkatan pendapatan juga meningkatkan beban pokok penjualan HRTA naik dari Rp3,52 triliun menjadi Rp4,52 triliun. Hal ini membuat laba kotor HRTA masih mencatat kenaikan dari Rp382,84 miliar sampai September 2021 menjadi Rp576,06 miliar pada September 2022.
Dari catatan tersebut, HRTA masih mampu meraup laba bersih yang diatribusikan ke pemilik entitas induk naik 35 persen dari sebesar Rp152,79 miliar pada sembilan bulan 2021, menjadi sebesar Rp207,27 miliar pada sembilan bulan 2022.