Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Panas Dingin Lagi, Menanti Arah Suku Bunga BI

Saat rupiah dibuka melemah, mata uang Asia lain seperti yen Jepang melemah 0,06 persen, dan won Korea menguat 0,59 persen di hadapan dolar AS.
Pegawai menunjukan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di Dolar Asia Money Changer, Jakarta, Senin (18/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di Dolar Asia Money Changer, Jakarta, Senin (18/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah dibuka melemah terhadap dolar AS pada pembukaan perdagangan awal pekan, Senin (19/12/2022), sembari menanti arah kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia. 

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda terpantau melemah 0,07 persen ke posisi Rp15.607 dihadapan dolar AS. Sedangkan indeks dolar juga ikut melemah 0,27 persen ke posisi 104.165 pada perdagangan Senin (19/12/2022).

Sejumlah mata uang di Asia Pasifik juga dibuka bervariasi, di antaranya yen Jepang melemah 0,06 persen, won Korea menguat 0,59 persen dan rupee India melemah 0,13 persen. Kemudian yuan China terpantau melemah 0,02 persen, bath Thailand menguat 0,03 persen dan ringgit Malaysia menguat 0,12 persen.

Sebelumnya Ibrahim Assuaibi Direktur Laba Forexindo Berjangka memproyeksikan untuk perdagangan Senin, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat pada rentang Rp15.570- Rp15.650.

Hal tersebut berdasarkan sinyal hawkish dari bank sentral utama dan sejumlah pembacaan ekonomi yang lemah meningkatkan kekhawatiran resesi global memasuki tahun 2023.

Dia menerangkan sentimen dalam negeri dari Lembaga Pemeringkat Kredit Fitch Ratings menilai prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah tergolong baik karena memiliki nilai ekspor yang kuat.

"Indonesia memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan negara-negara peers, salah satunya karena posisi Indonesia sebagai negara pengekspor komoditas," jelasnya dalam keterangan, dikutip Senin (19/12/2022).

Di sisi lain, Fitch mengungkapkan RI memiliki dua tantangan terkait dengan penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan indikator struktural, seperti tata kelola yang dinilai masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain pada peringkat rating yang sama.

Seperti halnya negara-negara lain, Indonesia saat ini juga menghadapi peningkatan imbal hasil obligasi negara dan pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS.

Lalu, Fitch memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan melambat 4,8 persen akibat pelemahan permintaan domestik dan eksternal. Sebagai konsekuensi terjadinya kenaikan suku bunga dan normalisasi harga komoditas.

Seperti The Fed, Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga untuk keempat kalinya berturut-turut, meskipun kurang dari dua pertemuan terakhirnya, menjanjikan kenaikan lebih lanjut dan menyusun rencana untuk menguras uang tunai dari sistem keuangan sebagai bagian dari perjuangannya melawan inflasi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper