Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak merosot sekitar dua persen pada akhir perdagangan Jumat pagi WIB karena para pedagang khawatir tentang prospek permintaan bahan bakar di tengah dolar yang lebih kuat dan kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh bank-bank sentral global.
Setelah naik selama tiga hari berturut-turut, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari jatuh 1,8 persen menjadi menetap di US$81,21 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) 1,5 persen menjadi US$76,11 per barel.
"Harga minyak mentah melemah karena risiko resesi global meningkat setelah gelombang pengetatan bank-bank sentral lainnya. Reli minyak baru-baru ini [kehabisan tenaga] karena penghindaran risiko menjadi liar," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA dikutip dari Antara.
Analis CMC Markets, Tina Teng mengatakan harga minyak berada di bawah tekanan hari ini karena panduan hawkish Fed untuk kebijakan moneternya memicu kekhawatiran baru tentang pertumbuhan ekonomi, mengangkat dolar AS dan menurunkan harga-harga komoditas.
Di China, ekonomi terbesar kedua di dunia, kehilangan lebih banyak kekuatan pada November karena output pabrik melambat dan penjualan ritel memperpanjang penurunan, angka terburuk dalam enam bulan, tertatih-tatih oleh lonjakan kasus COVID-19 dan pembatasan virus yang meluas.
Hal itu ikut juga menekan harga minyak, TC Energy Corp Kanada mengatakan akan melanjutkan operasi pipa Keystone, seminggu setelah kebocoran lebih dari 14.000 barel minyak di Kansas memicu penutupan.
Baca Juga
Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan pada Rabu (14/12/2022) bank sentral AS akan menaikkan suku bunga lebih lanjut tahun depan, bahkan ketika ekonomi tergelincir ke arah kemungkinan resesi. Pada Kamis (15/12/2022), bank sentral Inggris dan Bank Sentral Eropa juga menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel