Bisnis.com, JAKARTA – Dua emiten semen yakni PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) meneguk nasib serupa pada kuartal I/2024. Laba bersih keduanya sama-sama merosot sepanjang periode ini.
Indocement, misalnya, membukukan laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp238,02 miliar. Perolehan tersebut turun 35,91% secara tahunan atau year-on-year (YoY).
Penurunan laba bersih juga sejalan dengan pendapatan yang terkoreksi 3,84% YoY menjadi Rp4,08 triliun. Padahal, volume penjualan keseluruhan (semen dan clinker) mencapai 4,54 juta ton, lebih tinggi 90.000 ton atau tumbuh 2% YoY.
Corporate Secretary Indocement Dani Handajani menuturkan meski penjualan secara keseluruhan lebih tinggi, pendapatan neto perseroan melemah karena penurunan harga konsolidasi akibat peningkatan komposisi penjualan produk curah.
Dia menjelaskan bahwa terdapat peningkatan signifikan komposisi produk curah dari 25,4% pada kuartal pertama tahun lalu, menjadi 30,6% per kuartal I/2024. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya pasokan ke IKN Nusantara.
“Tingginya volume penjualan fighting brand juga berdampak pada harga konsolidasi secara keseluruhan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (6/5/2024).
Baca Juga
Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pasar semen domestik mengalami stagnasi pada kuartal I/2024 akibat kontraksi pasar semen kantong sebesar 5,4% dan pertumbuhan pasar curah yang mencapai 14,9% selama periode tersebut.
Kontraksi pasar semen kantong juga memberikan efek negatif bagi kinerja Semen Indonesia. Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, pendapatan SMGR turun 6,27% YoY menjadi Rp8,37 triliun, sedangkan laba bersih merosot 16% ke angka Rp472 miliar.
Corporate Secretary Semen Indonesia atau SIG, Vita Mahreyni, menyampaikan industri semen domestik memang terkontraksi pada kuartal I/2024, khususnya dari segmen semen kantong atau ritel yang berkontribusi sekitar 70% dari total pendapatan perseroan.
Kondisi tersebut lantas berdampak terhadap volume penjualan kinerja pendapatan perusahaan. Hingga kuartal pertama tahun ini, volume penjualan semen SIG mencapai 9,18 juta ton.
Meski demikian, Vita menyatakan bahwa perusahaan mampu meningkatkan volume penjualan segmen curah dan ekspor. SIG juga menerapkan program pengelolaan biaya sehingga beban pokok pendapatan mengalami penurunan.
Di samping inisiatif efisiensi biaya, perseroan juga memiliki fokus pada pengelolaan arus kas sehingga kondisi likuiditas dan solvabilitas dapat terjaga. Seluruh upaya ini dinilai mampu meminimalkan dampak kontraksi permintaan semen.
“Sehingga, SIG dapat mempertahankan margin Ebitda sebesar 20,7% dan mencatat laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp472 miliar pada kuartal pertama tahun 2024,” pungkasnya.
PROYEKSI KINERJA INTP & SMGR
Riset J.P Morgan yang dirilis awal Mei 2024 menyebutkan baik INTP maupun SMGR membukukan penurunan laba dengan tren serupa, yakni lemahnya volume penjualan dan turunnya harga jual rata-rata campuran alias blended average selling price (ASP).
Riset yang ditulis oleh Arnanto Januri dan Henry Wibowo ini menyebutkan bahwa INTP melaporkan penurunan lebih tajam pada blended ASP yang kemungkinan disebabkan oleh efek konsolidasi Semen Grobogan.
Ebitda per ton Indocement tercatat mengalami penurunan sebesar 17% YoY menjadi 163.000 per ton, sementara Semen Indonesia melemah 6% secara tahunan menjadi 189.000 per ton.
“Proyeksi laba tahun 2024 untuk SMGR dan INTP lebih rendah 10%-15% dari estimasi pasar dan hasil kuartal I/2024 yang lemah akan memicu revisi ke bawah. Kemungkinan lebih curam untuk INTP,” tulis riset J.P Morgan.
Dengan kondisi tersebut, J.P Morgan menyatakan tetap berhati-hati dan mempertahankan peringkat netral untuk SMGR dan underweight untuk saham INTP.
Di sisi lain, Tim Riset Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer menyatakan bahwa secara sektoral, penjualan semen masih cukup menarik pada 2024 dengan permintaan semen domestik yang diproyeksikan meningkat 65,6 juta ton. Peningkatan ini akan didorong oleh permintaan dari proyek IKN Nusantara, khususnya semen curah.
Proyeksi kenaikan demand semen juga didorong oleh peningkatan anggaran infrastruktur pemerintah, kembalinya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia ke era sebelum pandemi, dan inflasi yang terjaga sehingga menurunkan tingkat suku bunga dalam jangka pendek.
Adapun bergulirnya insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian properti dengan harga Rp2 miliar juga mampu menjadi faktor yang mendorong permintaan semen kantong ke depan.
Manajemen INTP dan SMGR juga meyakini permintaan semen akan bertumbuh. INTP memperkirakan demand semen meningkat 2%-3% pada 2024, sedangkan SMGR meyakini tingginya backlog perumahan hingga masifnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah akan menjadi katalis positif bagi industri semen.
_______
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.