Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah global menguat selama dua hari beruntun setelah rilis inflasi AS mendingin dan faktor cuaca buruk menunda pengoperasian kembali pipa minyak utama.
Mengutip Bloomberg, Kamis (14/12/2022), harga minyak West Texas Intermediate naik 3 persen menjadi menetap di atas US$75 per barel pada akhir perdagangan Selasa (13/12/2022) waktu setempat.
Rilis harga konsumen AS yang lebih kecil dari perkiraan, membuat pedagang lebih optimistis bahwa Federal Reserve akan mengurangi laju kenaikan suku bunga.
Departemen Tenaga Kerja AS mencatat indeks harga konsumen (IHK) AS naik 7,1 persen pada November 2022 dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Inflasi AS ini lebih rendah dari Oktober 2022 yang mencapai 7,7 persen yoy, sekaligus yang terendah sepanjang tahun 2022.
Dibandingkan bulan sebelumnya (month-on-month/mom), inflasi AS November mencapai 0,1 persen, lebih rendah dari bulan Oktober sebesar 0,4 persen.
Memperkuat sentimen bullish terhadap minyak, duta besar China untuk AS mengatakan negara itu akan terus melonggarkan pembatasan pandemi dan akan segera menyambut lebih banyak wisatawan internasional. Hal ini mengangkat prospek permintaan di importir minyak utama dunia.
Baca Juga
Sementara itu, TC Energy Corp. menargetkan dimulainya kembali sebagian pipa Keystone mulai 14 Desember. Berita bahwa perusahaan masih berharap untuk memulai kembali beberapa operasi di pipa utama, yang membawa 600.000 barel per hari, menyuntikkan sinyal bearish ke pasar pada Selasa yang ternyata sebaliknya bullish.
Minyak mentah masih berada di jalur untuk penurunan kuartalan berturut-turut pertama sejak pertengahan 2019 di tengah kekhawatiran tentang prospek ekonomi global, dengan likuiditas yang tipis di pasar minyak memperburuk perubahan harga.
Suasana pasar bearish telah meresap sedemikian rupa sehingga Goldman Sachs, bank yang terkenal dengan perkiraan bullish pada minyak mentah, memangkas rata-rata Brent untuk kuartal pertama dan kedua tahun 2023 masing-masing menjadi US$90 dan US$95 per barel, dari target semula US$110.