Bisnis.com, JAKARTA – Emiten batu bara Grup Bakrie dan Salim, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) memperkirakan harga batu bara masih akan tetap tinggi pada 2023 di tengah beragam perkirakan normalisasi harga komoditas.
Direktur BUMI Dileep Srivastava mengatakan, masalah di pasar batu bara dan dinamika harganya adalah pasokan dan permintaan yang masih belum berimbang.
“Kami melihat tidak ada kenaikan kapasitas produksi yang signifikan baik sekarang maupun dalam jangka menengah. Tapi permintaan naik terus secara global, makanya permintaan bahan baku terus meningkat,” kata Dileep dalam paparan publik, Selasa (29/11/2022).
Saat ini, alternatif bahan baku batu bara adalah gas, namun harganya tinggi. Sementara itu, bahan baku lain termasuk pasokannya masih sangat terbatas dan tidak bisa diandalkan untuk menggantikan batu bara dalam jangka pendek dan menengah.
“Karena itu, kami merasa harga batu bara akan terus tinggi sampai 2023, dan sepertinya bahkan tetap akan naik dalam 2-3 tahun ke depan,” imbuhnya.
Dileep menambahkan bahwa kurva forward perdagangan batu bara menunjukkan dari level sekarang di kisaran US$350, sehingga harga batu bara diperkirakan akan bergerak di kisaran US$300 per ton pada tahun depan.
Baca Juga
Adapun, untuk jangka menengah BUMI memperkirakan harga batu bara bisa bergerak di level US$200-US$250 per ton selama energi baru terbarukan belum bisa diandalkan.
“Kami memperkirakan harga batu bara akan tetap tinggi. Tapi, harga batu bara nantinya juga akan terpangaruh dari permintaan China dan India, yang meningkatkan produksi,” paparnya.
Harga batu bara sepanjang 2022 telah mendorong kinerja keuangan BUMI meskipun di tengah penurunan produksi dan penjualan.
Sampai dengan kuartal III/2022, BUMI mencatatkan kenaikan harga jual rata-rata hingga lebih dari 100 persen dari US$70,9 per ton menjadi US$142,2 per ton.
Dengan penjualan yang turun 12 persen selama sembilan bulan 2022, BUMI masih bisa mencetak laba bersih hingga US$465,4 juta atau tumbuh 473,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.