Bisnis.com, JAKARTA - Mulai dirilisnya laporan keuangan kuartal III/2022 oleh para emiten mengonfirmasi kinerja sejumlah sektor yang memang diprediksi mendapatkan cuan pada tahun ini. Akan tetapi, sejumlah tantangan tengah mengadang pada kuartal IV/2022.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menerangkan rata-rata emiten yang merilis laporan keuangan menunjukan peningkatan kinerja baik secara kuartalan maupun tahunan.
"Kinerja mengalami kenaikan pertumbuhan, ketika bottom line menunjukan peningkatan signifikan dan membuat perubahan pada valuasi emiten tersebut, dimana valuasi menjadi lebih menarik setelah lapkeu signifikan tersebut," paparnya kepada Bisnis, Senin (31/10/2022).
Menurutnya, seiring pertumbuhan laba, valuasi emiten menjadi menarik, terutama pada rasio fundamentalnya seperti rasio P/E. Perbaikan valuasi ini tercermin dari euforia investor seiring menguatnya pergerakan harga saham emiten-emiten yang telah merilis laporan keuangan.
"Ketika terjadi peningkatan kinerja signifikan fundamental valuasi jadi lebih menarik, sehingga investor berbondong-bondong mengoleksi," katanya.
Dia melanjutkan Mirae Asset Sekuritas tidak melihat ada sektor-sektor yang bakal merosot tajam pada tahun pemulihan ini. Mirae memberikan rating overweight pada sektor bank, batu bara, minyak dan gas, pertambangan logam dasar.
Baca Juga
"Selain sektor-sektor overweight ini, rata-rata ratingnya netral. Jadi tidak ada sektor yang underweight, otomatis kembali pelaku investasi harus mencermati GCG masing-masing emiten, agar jadi pilihan investasi sahamnya," tambahnya.
Lebih lanjut, Mirae melihat terdapat 3 tantangan utama dalam melanjutkan tren positif kinerja keuangan pada kuartal IV/2022 bagi para emiten. Isu pertama yakni mengenai kemungkinan resesi global yang bakal menjadi faktor negatif dari eksternal.
"Kemungkinan terjadi resesi di negara-negara maju memang sangat kuat apalagi mulai tahun depan. Misalnya, Inggris 70 persen, Eropa 75 persen, Amerika Serikat 60 persen, sementara Indonesia masih sangat rendah probabilitas resesi hanya 5 persen," katanya,
Tantangan kedua, yakni dari pengetatan suku bunga The Fed yang masih bakal terjadi pada November dan Desember dengan perkiraan kenaikan 75 basis poin setiap bulannya. Hal tersebut bakal terus melanjutkan tren pelemahan rupiah.
Ketiga, faktor inflasi, jika menilik negara-negara maju, AS sudah melalui puncak inflasi tinggi pada kuartal III/2022, sementara Inggris dan kawasan Eropa diperkirakan menghadapi puncak inflasi pada kuartal IV/2022.
"Jadi otomatis kekhawatiran peningkatan inflasi masih dirasakan, hanya terjadi di negara-negara yang menghadapi krisis energi dan pangan. Negara Eropa yang terdampak faktor geopolitik kawasan Eropa timur, konflik Rusia dengan Ukraina atau NATO," tuturnya.
Di sisi lain, pertumbuhan dan pemulihan ekonomi dalam negeri yang masih kuat dapat menjadi peluang pada kuartal IV/2022 bagi para emiten mempertahankan kinerja.
Selain itu, peran Indonesia melalui pertemuan G20 di Bali menjadi krusial menghasilkan resolusi konkret menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia serta isu perdamaian.