Bisnis.com, JAKARTA – PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) berencana membagikan dividen interim senilai Rp405 miliar atau setara Rp13,5 per saham.
Produsen Tolak Angin itu membagikan dividen berdasarkan keputusan direksi pada 27 Oktober 2022 dan berdasarkan keputusan dalam rapat dewan komisaris pada 18 Oktober 2022.
“Perseroan akan melaksanakan pembagian dividen interim tunai sebesar Rp13,5 per saham untuk tahun buku 2022, atau periode 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022,” tulis manajemen SIDO dalam keterangan resmi, Jumat (28/10/2022).
Adapun jadwal cum dividen pasar reguler dan pasar negosiasi pada 7 November 2022. Tanggal ex dividen pasar reguler dan pasar negosiasi pada 8 November 2022. Tanggal cum dividen pasar tunai pada 9 November 2022.
Tanggal ex dividen pasar tunai pada 10 November 2022. Tanggal daftar pemegang saham yang berhak atas dividen interim tunai pada 9 November 2022 pukul 16.00 WIB. Terakhir, pembayaran dividen dijadwalkan pada 18 November 2022.
Sementara itu, penjualan Sido Muncul pada kuartal III/2022 mencapai Rp1,0 triliun. Angka tersebut meningkat 37 persen dibandingkan dengan penjualan pada kuartal II/2022 yang hanya sebesar Rp731,60 miliar.
Baca Juga
Adapun laba bersih Sido Muncul selama Juli-September 2022 juga tumbuh 83 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, dari Rp150,52 miliar menjadi Rp274,88 miliar.
“Kami mencatatkan pemulihan kinerja pada kuartal ketiga dibandingkan dengan kuartal kedua seperti yang kami harapkan,” kata Direktur Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Leonard dalam keterangan tertulis, Rabu (26/10/2022).
Terlepas dari perbaikan performa secara kuartalan, penjualan SIDO sepanjang Januari-September 2022 tercatat masih lebih rendah daripada periode yang sama tahun lalu. Sampai akhir September 2022, SIDO membukukan penjualan bersih sebesar Rp2,61 triliun atau turun 6 persen year on year (yoy) dibandingkan dengan Rp2,77 triliun pada Januari-September 2021.
Laba bersih SIDO juga masih terkoreksi 17 persen yoy, dari Rp865,49 miliar menjadi Rp720,44 sepanjang 2022. Leonard mengatakan penurunan ini disebabkan oleh normalisasi permintaan produk kesehatan, mengingat permintaan pada tahun lalu cukup tinggi akibat sebaran varian Delta Covid-19.