Bisnis.com, JAKARTA - Emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) memastikan Mahkamah Agung (MA) telah menolak permohonan kasasi kreditur soal homologasi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). GIAA melanjutkan diskusi pembukaan suspensi perdagangan saham perseroan dengan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menerangkan berdasarkan keputusan Mahkamah Agung pada 26 September 2022, permohonan kasasi atas homologasi PKPU Garuda Indonesia (GIAA) telah ditolak.
Pasca penolakan tersebut, Garuda meyakini perjanjian perdamaian hasil PKPU sudah inkrah dan berkekuatan hukum. Dengan begitu, hal ini menjadi landasan diskusi dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka suspensi perdagangan saham GIAA.
"November kemungkinan besar belum bisa membuka suspensi perdagangan saham, kami terus komunikasi dengan otoritas bursa terhadap suspensi ini," ungkapnya dalam paparan publik insidentil, Kamis (20/10/2022).
Irfan berharap suspensi saham secara bertahap dapat dibuka bersamaan dengan rights issue yang dijadwalkan 15 Desember 2022.
"Kami berharap ini bisa terjadi bersamaan dengan rights issue atau eksekusi pada waktu bersamaan dengan waktu sekitar pencatatan 15 Desember, di kisaran tanggal tersebut bisa diriis," katanya.
Baca Juga
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Prasetio menerangkan pertengahan Desember diharapkan jadwal pencatatan PMHMETD untuk non rights issue dilaksanakan.
"Pada saat itu kami telah konsultasi dengan bursa untuk kiranya bisa dilakukan pencabutan atas suspensi saham. Dengan satu syarat kasasi sudah ditolak," tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna menjelaskan bursa melakukan suspensi atas efek GIAA sehubungan adanya informasi mengenai tidak terpenuhi kewajiban pembayaran terkait surat utang/sukuk KIK/EBA oleh perseroan.
Setelah suspensi tersebut, GIAA telah mendapatkan persetujuan Perjanjian Perdamaian dalam proses PKPU yang dilakukan dalam rangka restrukturisasi pemenuhan kewajiban kepada seluruh krediturnya.
"Namun, sehubungan dengan adanya pengajuan kasasi atas perjanjian perdamaian tersebut dari krediturnya, maka Bursa dapat mempertimbangkan pembukaan suspensi efek kedua perseroan tersebut dalam hal Perjanjian Perdamaian telah berkekuatan hukum tetap," katanya.
Selain perdamaian yang sudah berkekuatan hukum, Bursa juga mensyaratkan seluruh kewajiban penyebab suspensi efek telah terpenuhi. Contohnya, telah selesainya restrukturisasi Efek Bersifat Utang/Sukuk (EBUS) yang tercatat di Bursa (jika EBUS tercatat di Bursa).
Selain itu, emiten juga bisa saja melaksanakan Public Expose Insidentil jika diperlukan. Ketiga persyaratan tersebut wajib dipenuhi agar GIAA dapat terlepas dari suspensi perdagangan dan kembali diperdagangkan di BEI.
Jika mengacu pada ketiga syarat tersebut, GIAA tinggal memastikan restrukturisasi utang pemegang kontrak investasi kolektif efek beragunan aset (KIK-EBA) dijalankan. Berdasarkan paparan publik insidentil, KIK-EBA yang menjadi alasan suspensi saham Garuda.
Utang berupa KIK EBA ini direstrukturisasi dengan jadwal pembayaran yang diperpanjang hingga 10 tahun. dengan nilai tetap sebesar US$65 juta. Prospes penyelesaiannya pun dilakukan di luar PKPU.
Adapun, khusus untuk KIK-EBA ini, Garuda sudah mendapatkan persetujuan melalui Rapat Umum Pemegang Efek Beragun Aset Mandiri GIAA 01 yang diselenggarakan pada Senin (13/6/2022).
Persetujuan dan dukungan pemegang KIK-EBA terhadap pengajuan restrukturisasi tersebut terepresentasikan melalui hasil pemungutan suara dengan persetujuan suara sebesar 92 persen dari keseluruhan pemegang KIK-EBA yang hadir dan telah memenuhi ketentuan threshold.
"Persetujuan terhadap restrukturisasi pemenuhan kewajiban usaha oleh pemegang KIK-EBA ini memiliki arti penting atas dukungan berkesinambungan mitra strategis Garuda khususnya pemegang KIK EBA terhadap outlook kinerja perusahaan di tengah fase restrukturisasi kinerja yang tengah kami lakukan secara intensif dan menyeluruh pada seluruh lini bisnis," ungkapnya, Selasa (14/6/2022).
KIK EBA Mandiri GIAA 01 merupakan instrumen investasi Garuda Indonesia yang diluncurkan pada 2018. Perusahaan melakukan sekuritisasi hak pendapatan atas penjualan tiket pesawat Garuda pada rute Jeddah dan Madinah kepada pemegang KIK-EBA senilai Rp2 triliun dengan tenor selama 5 tahun.