Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi AS Masih Membara, Wall Street Tumbang

Tiga indeks utama bursa saham AS melemah setelah data inflasi inti AS menyentuh level tertinggi sejak 1982.
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat (AS) melemah pada awal perdagangan hari ini, Kamis (13/10/2022) karena inflasi AS bulan September masih membara. Bahkan, inflasi inti menyentuh level tertinggi sejak 1982.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Dow Jones Industrial Average melemah 0,93 persen ke 28.38,37, sedangkan indeks S&P 500 melemah 1,37 persen ke 3.527,1 dan Nasdaq Composite turun 2,06 persen ke 10.202,77.

Sementara itu, imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun naik ke 4,044 persen dan indeks dolar AS menguat 0,28 persen ke 113,64 pada pukul 20.44 WIB.

Indeks Wall Street anjlok setelah inflasi inti AS naik ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, meskipun data inflasi secara keseluruhan melandai.

Dilansir Bloomberg, Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis melaporkan indeks harga konsumen (IHK) AS naik 8,2 persen pada September 2022 dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Di sisi lain, IHK inti yang tidak termasuk harga makanan dan energi naik 6,6 persen yoy, level tertinggi sejak 1982. Dari bulan sebelumnya, IHK inti naik 0,6 persen.

Direktur investasi di abrdn James Athey data inflasi yang dirilis hari ini bukankan data yang diharapkan pasar atau The Fed.

"Tekanan inflasi tetap tinggi. Kenyataannya adalah bahwa untuk masa mendatang The Fed tetap bersikap hawkish. Ini akan mendorong imbal hasil obligasi dan dolar AS tetapi ini menjadi berita yang buruk untuk pasar saham." jelasnya.

Lonjakan data inflasi inti AS ini semakin menekan The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih agresif guna membasmi inflasi yang masih sulit turun.

Pasar saat ini memperkirakan penuh The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada pertemuan November mendatang. Adapun suku bunga acuan diperkirakan menyentuh 4,85 persen sebelum siklus pengetatan berakhir.

Adapun manajer portofolio senior Federated Hermes Steve Chiavarone mengatakan adanya kenaikan harga energi yang berkelanjutan dapat membawa inflasi ke level tertinggi baru

“Itu bisa sangat mengkhawatirkan bagi pasar karena mendorong kembali ekspektasi inflasi puncak, puncak sikap hawkish the Fed, dan dapat memaksa pasar memproyeksikan suku bunga acuan di atas 5 persen,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper